Di Indonesia, beberapa persyaratan pekerjaan yang sering kali mencantumkan batas usia maksimal, status pernikahan, dan penampilan menarik menjadi isu yang kontroversial. Persyaratan ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang relevansi dan keadilan dalam dunia kerja. Apakah kinerja seseorang seharusnya dinilai berdasarkan parameter-parameter ini, atau seharusnya lebih berfokus pada kompetensi dan etika kerja? Dalam konteks ini, pandangan Maqashid Syariah dapat memberikan wawasan yang berharga.
Persyaratan ini dapat dianggap diskriminatif karena:
1. Mengabaikan Kinerja dan Kompetensi: Kinerja seseorang dalam pekerjaan lebih berkaitan dengan keterampilan, pengalaman, dan etos kerja daripada usia, status pernikahan, atau penampilan fisik.
2. Merugikan Kelompok Tertentu: Orang-orang yang berusia lebih tua, yang mungkin lebih berpengalaman, serta mereka yang sudah menikah dan memiliki tanggungan keluarga sering kali terpinggirkan. Padahal, mereka lebih membutuhkan stabilitas finansial.
3. **Tidak Adil**: Menilai calon pekerja berdasarkan faktor-faktor yang tidak relevan dengan pekerjaan itu sendiri adalah bentuk diskriminasi yang melanggar prinsip-prinsip keadilan.
Pandangan Maqashid Syariah
Maqashid Syariah, atau tujuan-tujuan syariah, adalah prinsip-prinsip yang mendasari hukum Islam yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan manusia dan melindungi lima nilai dasar: agama (deen), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl), dan harta (maal). Dalam konteks persyaratan pekerjaan, beberapa aspek Maqashid Syariah yang relevan adalah:
1. Perlindungan Jiwa (Hifz an-Nafs): Setiap individu berhak mendapatkan perlindungan terhadap hak-hak dasar mereka, termasuk hak untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan. Persyaratan yang mendiskriminasi berdasarkan usia, status pernikahan, atau penampilan melanggar prinsip ini karena membatasi akses individu terhadap pekerjaan yang layak.
2. Keadilan (Al-Adl): Islam sangat menekankan prinsip keadilan. Diskriminasi dalam persyaratan pekerjaan jelas bertentangan dengan prinsip keadilan karena menilai calon pekerja berdasarkan faktor-faktor yang tidak relevan dengan kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan tersebut.
3. Kesejahteraan Ekonomi (Hifz al-Mal): Maqashid Syariah juga menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi. Dengan menghalangi individu yang lebih tua atau yang sudah menikah untuk mendapatkan pekerjaan, hal ini menghambat upaya mereka untuk mencapai kesejahteraan ekonomi dan memenuhi tanggung jawab keluarga mereka.
4. Kemanfaatan (Maslahah): Dalam prinsip Maqashid Syariah, setiap tindakan atau kebijakan harus membawa kemaslahatan atau manfaat bagi masyarakat. Kebijakan perekrutan yang diskriminatif tidak memberikan manfaat yang adil kepada seluruh anggota masyarakat dan malah memperburuk ketimpangan sosial.
Persyaratan pekerjaan yang diskriminatif berdasarkan usia, status pernikahan, dan penampilan tidak hanya tidak relevan tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan dalam Maqashid Syariah. Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dan adil, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif, serta memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Prinsip Maqashid Syariah menawarkan panduan yang kuat untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam dunia kerja.
Komentar
Posting Komentar