Kemajuan teknologi yang pesat di era modern ini membawa dampak signifikan terhadap kehidupan manusia. Meskipun teknologi yang canggih dapat meningkatkan kualitas hidup dan memberikan akses tak terbatas pada informasi, paradoksnya, banyak orang dianggap tidak cerdas dalam penggunaannya. Permasalahan saat ini bukanlah sekadar keterbatasan teknologi atau rendahnya kecerdasan manusia, melainkan kurangnya kontrol hati yang menyebabkan manusia menyerap informasi tanpa selektif dan mengabaikan kepentingan yang lebih mendalam.
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia memiliki akses tak terbatas pada pengetahuan dan informasi. Namun, kendati memiliki berbagai ilmu, banyak orang dikritik sebagai "bodoh" karena tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan tersebut secara bijak dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya kontrol hati, di mana individu cenderung mengejar informasi yang lebih bersifat hiburan atau memenuhi hawa nafsu pribadi daripada pengetahuan yang bermanfaat dan mendalam.
Dalam era di mana internet memberikan akses langsung ke segala macam informasi, tantangan utama adalah bagaimana manusia dapat mengontrol dirinya sendiri untuk memilih informasi yang bermanfaat dan relevan. Penggunaan teknologi yang cerdas bukan hanya tentang seberapa cepat kita dapat mengakses informasi, tetapi juga seberapa bijaksana kita dalam memilih dan mengelola informasi tersebut. Sayangnya, tanpa adanya kontrol hati yang baik, manusia rentan terjebak dalam alur informasi yang sekadar bersifat konsumtif dan tidak mendidik.
Mengapa banyak orang, meskipun memiliki akses ke berbagai pengetahuan, terjebak dalam hal-hal yang tidak produktif? Penjelasannya terletak pada hawa nafsu dan kebutuhan pribadi. Masyarakat modern sering kali terlalu fokus pada pencarian hiburan instan, seperti menjadi pemain game terbaik, memoles wajah agar terlihat cantik, atau mengikuti kehidupan artis kesukaan. Aktivitas-aktivitas ini, meskipun dapat memberikan kesenangan sesaat, seringkali tidak memberikan nilai tambah atau pembelajaran yang signifikan.
Salah satu contoh yang mencolok adalah ketidakseimbangan antara mencari informasi yang mendidik dan informasi hiburan semata. Studi-studi menunjukkan bahwa banyak orang lebih memilih membaca berita yang bersifat sensasional dan hiburan dibandingkan dengan membaca literatur yang mendalam atau berita yang lebih berbobot. Ini menunjukkan bagaimana kontrol hati yang lemah dapat mengarahkan perhatian kita pada hal-hal yang kurang substansial, menghabiskan tenaga dan waktu tanpa memberikan manfaat yang seimbang.
Pentingnya kontrol hati dalam menghadapi tantangan masyarakat modern ini menciptakan kebutuhan untuk meningkatkan literasi digital dan literasi emosional. Literasi digital tidak hanya melibatkan kemampuan teknis dalam menggunakan perangkat dan platform, tetapi juga kemampuan untuk menilai, memilih, dan mengelola informasi secara bijak. Sementara literasi emosional membantu individu mengenali dan mengontrol emosi mereka, memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada pertimbangan yang baik.
Referensi:
1. Carr, Nicholas. (2010). "The Shallows: What the Internet Is Doing to Our Brains." New York: W. W. Norton & Company.
2. Turkle, Sherry. (2017). "Reclaiming Conversation: The Power of Talk in a Digital Age." New York: Penguin Books.
3. Livingstone, Sonia, and Helsper, Ellen J. (2007). "Gradations in Digital Inclusion: Children, Young People, and the Digital Divide." New Media & Society, 9(4), 671–696. doi: 10.1177/1461444807080335.
Komentar
Posting Komentar