Pembahasan mengenai maslahah, khususnya dalam perspektif fiqih, tidak bisa dilepaskan dari konteks politik yang membentuk pemahaman dan implementasinya. Fiqih, sebagai kerangka hukum Islam, memiliki unsur politik yang tidak dapat diabaikan, terutama dalam konteks hukum maslaha mursalah yang menyoroti kepentingan umum. Sebagai suatu konsep, maslahah mursalah membuka pintu diskusi mengenai politik maslahah, di mana kepentingan politik memainkan peran penting dalam pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip fiqih.
Fiqih sendiri muncul dalam konteks politik, di mana tatanan hukum Islam dirumuskan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Pemahaman tentang hukum-hukum Islam, termasuk maslahah, seharusnya tidak terlepas dari pemahaman politiknya. Ini karena fiqih bukan hanya tentang ibadah dan ritual, tetapi juga mengenai aturan-aturan yang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik umat Islam.
Salah satu aspek penting dalam pembahasan maslahah adalah hukum maslaha mursalah. Konsep ini membuka peluang untuk mempertimbangkan kepentingan umum yang tidak secara eksplisit dicakup oleh nash (teks Al-Qur'an atau hadis). Namun, ketika membicarakan maslahah mursalah, tidak dapat dihindari bahwa kepentingan politik juga turut berperan dalam menentukan arah kebijakan yang diambil.
Dalam konteks politik maslahah, kita perlu menyadari bahwa idealisme mungkin sulit dicapai sepenuhnya. Ada kecenderungan untuk adanya keberpihakan, terutama ketika kepentingan politik tertentu mendominasi interpretasi terhadap maslahah. Hal ini menciptakan tantangan dalam menciptakan suatu kedaulatan yang ideal, karena selalu ada pihak yang mungkin dirugikan oleh kebijakan yang diambil.
Sebagai seorang Muslim yang sejati, penting untuk menyoroti aspek keberpihakan dalam konteks politik maslahah. Prinsip kemaslahatan yang diusung seharusnya bersifat inklusif dan mencakup kepentingan kaum yang lemah dan tertindas. Dalam pandangan Islam, membela hak-hak kaum tertindas adalah bagian integral dari kemaslahatan yang sejati. Oleh karena itu, pemahaman dan implementasi maslahah dalam konteks politik harus diarahkan pada menciptakan kesetaraan dan keadilan sosial.
Referensi:
1. Al-Qur'an.
2. Al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail. (810-870). "Sahih al-Bukhari."
3. An-Nawawi, Yahya ibn Sharaf. (1233–1277). "Al-Majmu' Sharh al-Muhadhdhab."
4. Kamali, Mohammad Hashim. (2008). "Principles of Islamic Jurisprudence." Kuala Lumpur: Ilmiah Publishers.
Komentar
Posting Komentar