Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah (750-1258 M), terdapat beberapa ulama yang diasingkan atau dihadapkan pada situasi yang sulit karena mereka melawan atau menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintahan. Dinasti Abbasiyah adalah dinasti yang berkuasa di dunia Muslim setelah menggulingkan dinasti Umayyah. Meskipun pada awalnya berjanji untuk membawa pemerintahan yang adil dan mendukung para ulama, tetapi dalam praktiknya, ada beberapa penguasa Abbasiyah yang merasa terancam oleh kekuatan dan otoritas para ulama yang kritis. Akibatnya, beberapa ulama yang berani menyuarakan kritik diasingkan atau menghadapi penindasan. Dalam narasi ini, kita akan melihat beberapa contoh ulama terkemuka yang menghadapi nasib seperti itu beserta referensinya.
1. Imam Abu Hanifah (699-767 M)
Imam Abu Hanifah adalah salah satu ulama terkemuka dalam sejarah Islam dan pendiri salah satu dari empat madzhab Sunni. Dia hidup di Baghdad, ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah saat itu. Meskipun memiliki reputasi sebagai ulama yang cerdas dan bijaksana, Abu Hanifah juga dikenal karena kritiknya terhadap penguasa Abbasiyah, Khalifah Al-Mansur.
Khalifah Al-Mansur berusaha menarik Abu Hanifah untuk bekerja dalam administrasi pemerintahan, tetapi Abu Hanifah menolak tawaran tersebut karena keyakinannya bahwa seorang ulama harus independen dan tidak terpengaruh oleh kekuasaan politik. Akibatnya, ia menghadapi penindasan dan dijatuhi hukuman cambuk. Meskipun begitu, dia tetap konsisten dengan prinsip-prinsipnya dan tidak pernah mengubah pendiriannya untuk mendapatkan dukungan atau simpati dari penguasa.
2. Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M)
Imam Ahmad bin Hanbal adalah pendiri madzhab Hanbali dan juga seorang ulama yang sangat dihormati pada masanya. Dia juga menghadapi perlawanan dari penguasa Abbasiyah, khususnya Khalifah Al-Ma'mun.
Khalifah Al-Ma'mun menganut paham teologi Mu'tazilah dan berusaha memaksakan pandangan-pandangan ini kepada ulama, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal. Namun, Imam Ahmad menolak untuk mengikuti paham teologi tersebut dan mempertahankan pandangan tradisional Sunni. Akibatnya, ia diasingkan dan dipenjarakan selama beberapa tahun. Meskipun menghadapi tekanan dan penderitaan selama masa pengasingannya, Imam Ahmad tetap teguh dalam keyakinannya dan menolak untuk mengubah pandangan agamanya.
3. Imam Ibn Hanbal al-Shaybani (780-855 M)
Imam Ibn Hanbal al-Shaybani adalah salah satu mahasiswa terkemuka Imam Abu Hanifah dan juga salah satu cendekiawan terkemuka di madzhab Hanafi. Dia juga menghadapi tekanan dari penguasa Abbasiyah pada masanya.
Khalifah Al-Mutawakkil mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa Quran adalah makhluk dan bukanlah kalam Allah yang kekal. Imam Ibn Hanbal menentang dekrit ini dan menegaskan bahwa Quran adalah kalam Allah yang kekal. Akibatnya, ia ditangkap, disiksa, dan dijatuhi hukuman penjara selama beberapa tahun. Meskipun dihadapkan pada situasi yang sulit, Imam Ibn Hanbal tetap kokoh dalam keyakinannya dan tidak mundur dari pandangan agamanya.
Kesimpulan
Periode Abbasiyah adalah masa penting dalam sejarah Islam, dan di dalamnya, ada beberapa ulama terkemuka yang menghadapi kesulitan dan penindasan karena melawan pemerintahan atau menyuarakan kritik terhadap kebijakan politik. Meskipun dihadapkan pada situasi yang sulit, mereka tetap teguh dalam keyakinan dan prinsip-prinsip agama mereka. Kisah-kisah perjuangan mereka mengingatkan kita akan pentingnya kemandirian intelektual dan keteguhan hati dalam menghadapi tekanan politik dan sosial, serta pentingnya mempertahankan kebenaran meskipun itu dapat menghadirkan risiko dan konsekuensi yang besar.
Referensi:
- Makdisi, G. (1961). Abu Hanifah: His Life, Legal Method & Legacy. Journal of the American Oriental Society, 81(1), 1-16.
- Melchert, C. (1997). The Formation of the Sunni Schools of Law, 9th-10th Centuries C.E. Studia Islamica, (85), 75-87.
Komentar
Posting Komentar