Fiqih Muamalah merupakan cabang ilmu dalam Islam yang membahas tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan transaksi bisnis. Salah satu aspek penting dalam Fiqih Muamalah adalah akad, yang mengatur tentang tata cara dan syarat-syarat sah dalam bertransaksi. Namun, di dalam fiqih muamalah, tidak dikenal adanya akad buruh dengan pemilik usaha. Artinya, hubungan antara buruh (pekerja) dengan pemilik usaha (pengusaha) tidak diatur dengan akad yang khusus, melainkan dengan aturan-aturan umum dalam syariat Islam.
Akad dalam Fiqih Muamalah
Akad adalah perjanjian atau kesepakatan antara dua pihak untuk melakukan transaksi atau kegiatan ekonomi tertentu. Dalam Fiqih Muamalah, akad memiliki peran penting sebagai sarana untuk menjaga keadilan dan kesepakatan dalam setiap transaksi. Akad memiliki syarat-syarat sah yang harus dipenuhi agar transaksi tersebut dianggap sah dalam pandangan Islam.
Namun, saat membahas hubungan antara buruh dan pemilik usaha, fiqih muamalah tidak mengenal akad yang khusus untuk mengatur hubungan ini. Dalam Islam, hubungan antara buruh dan pemilik usaha diatur dengan prinsip-prinsip umum yang mencakup adil, berlaku jujur, menghormati hak-hak pekerja, dan sebagainya.
Prinsip Keadilan dalam Hubungan Buruh dan Pemilik Usaha
Dalam Islam, prinsip keadilan menjadi landasan utama dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hubungan ekonomi dan kerja antara buruh dan pemilik usaha. Firman Allah dalam Al-Qur'an Surah Al-Hadid ayat 25, "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia melaksanakan keadilan."
Prinsip keadilan ini mencakup kewajiban pemilik usaha untuk memberikan upah yang sesuai dan adil kepada buruh sesuai dengan pekerjaan dan hasil kerjanya. Rasulullah SAW bersabda, "Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah). Ini menegaskan bahwa upah harus dibayar sesegera mungkin dan tidak boleh ditunda-tunda.
Perlindungan Hak-Hak Pekerja
Dalam hubungan buruh dan pemilik usaha, Islam menuntut pemilik usaha untuk menghormati dan melindungi hak-hak pekerja. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam tentang pentingnya memperlakukan orang lain dengan baik dan adil.
Salah satu hak pekerja yang harus dilindungi adalah hak atas upah. Pekerja berhak menerima upah sesuai dengan kesepakatan atau standar yang berlaku. Rasulullah SAW bersabda, "Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah). Ini menekankan pentingnya pembayaran upah tepat waktu.
Selain itu, pekerja juga berhak atas kondisi kerja yang aman dan layak. Pemilik usaha bertanggung jawab untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman dan memenuhi standar keselamatan yang berlaku.
Bagaimana Hubungan Buruh dan Pemilik Usaha Terbentuk?
Dalam praktiknya, hubungan buruh dan pemilik usaha terbentuk melalui kesepakatan antara kedua belah pihak. Pekerja biasanya melamar pekerjaan ke pemilik usaha, dan jika diterima, maka akan ada kesepakatan tertulis atau lisan mengenai syarat-syarat kerja, termasuk upah, jam kerja, dan hak-hak lainnya.
Meskipun tidak ada akad buruh dengan pemilik usaha secara khusus dalam Fiqih Muamalah, namun hubungan ini diatur oleh hukum-hukum Islam yang mengajarkan keadilan, saling menghormati, dan melindungi hak-hak pekerja.
Referensi:
1. Al-Qur'an
2. Hadis Shahih
3. El-Baghdadi, Gema. (2017). *Aspek Hukum dalam Ekonomi Islam.* Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Islam, Vol. 3, No. 2, hal. 156-170.
4. Madjid, Nurcholish. (2002). *Islam Doktrin dan Peradaban.* Mizan Pustaka.
5. Masykuri, Ahmad. (2009). *Mengintip Hukum Islam: Catatan Ringan seorang Praktisi.* Zaman.
Komentar
Posting Komentar