Langsung ke konten utama

Hukum Mengambil Keuntungan Sebesar-besarnya

 Dalam fiqih muamalah, istilah "mengambil untuk sebesar-besarnya" merujuk pada batas maksimum keuntungan atau margin laba yang diperbolehkan dalam suatu transaksi atau bisnis. Konsep ini berkaitan dengan prinsip keadilan dan etika dalam berdagang serta berbisnis dalam Islam. Dalam narasi ini, kita akan menjelaskan lebih lanjut tentang arti "mengambil untuk sebesar-besarnya" menurut fiqih muamalah, serta memberikan referensi yang relevan untuk mendukung penjelasan tersebut.


I. Prinsip Mengambil untuk Sebesar-Besarnya dalam Fiqih Muamalah


Dalam Islam, bisnis dan transaksi dikendalikan oleh prinsip-prinsip etika yang mengutamakan keadilan dan kejujuran. Salah satu prinsip penting dalam muamalah (hukum transaksi) adalah prinsip mengambil untuk sebesar-besarnya. Prinsip ini menetapkan batas maksimum keuntungan yang dapat diperoleh dalam suatu transaksi, agar tidak menimbulkan eksploitasi dan ketidakadilan terhadap pihak lain yang terlibat dalam transaksi tersebut.


Dalam fiqih muamalah, "mengambil untuk sebesar-besarnya" sejalan dengan konsep keadilan (‘adl) dan larangan riba (riba al-fadl dan riba al-nasi’ah). Hal ini bertujuan untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan salah satu pihak dalam transaksi, sehingga menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan berlandaskan kejujuran.


II. Referensi dari Al-Quran dan Hadis


1. Keadilan dalam Berdagang

Al-Quran menegaskan pentingnya keadilan dalam berdagang dan bertransaksi. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:188), "Dan janganlah kamu makan harta kamu di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa perkara itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian harta orang lain dengan jalan yang dosa, padahal kamu mengetahui."


2. Larangan Riba

Al-Quran juga dengan tegas melarang praktik riba dalam transaksi. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:275-279), mengingatkan tentang akibat buruk riba dan memberikan peringatan tentang perang dengan Allah dan Rasul-Nya bagi pelaku riba.


3. Hadis Rasulullah SAW

Rasulullah juga memberikan petunjuk tentang pentingnya kejujuran dan adil dalam berbisnis. Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, "Dua belah pihak dalam transaksi dapat berhubungan dengan baik selama keduanya tidak berpisah kecuali dengan keinginan dan kesepakatan keduanya." (HR. Bukhari)


III. Pendekatan Fiqih terhadap "Mengambil untuk Sebesar-Besarnya"


Fiqih muamalah menetapkan batasan mengenai "mengambil untuk sebesar-besarnya" dalam beberapa aspek transaksi, antara lain:


1. Jual Beli

Dalam jual beli, para ulama fiqih menetapkan bahwa keuntungan atau margin laba yang diperoleh dari penjualan suatu barang tidak boleh berlebihan. Keuntungan yang wajar dan adil diperbolehkan, tetapi tidak boleh merugikan pihak lain dengan menetapkan harga yang tidak masuk akal.


Referensi:

- Ibn Qudamah, al-Mughni, Beirut: Dar al-Fikr, 1999, jil. 4, hal. 214.

- Al-Qaradhawi, Yusuf, Fiqh al-Muamalah, Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, 2003, hal. 258.


2. Sewa-menyewa

Dalam kontrak sewa-menyewa, penyewa dan pemilik properti diharapkan untuk mencapai kesepakatan yang adil mengenai besaran biaya sewa. Pemilik properti tidak diperbolehkan menetapkan harga sewa yang tidak masuk akal, sehingga menyulitkan penyewa.


Referensi:

- Al-Qaradhawi, Yusuf, Fiqh al-Muamalah, Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, 2003, hal. 334.


3. Pinjaman

Dalam pemberian pinjaman, pihak yang memberikan pinjaman tidak diperbolehkan meminta keuntungan tambahan (riba) atas pinjaman tersebut. Namun, pinjaman dapat diberikan dengan imbalan berupa hadiah atau pemberian sukarela tanpa kewajiban kembali.


Referensi:

- Ibn Qudamah, al-Mughni, Beirut: Dar al-Fikr, 1999, jil. 6, hal. 83.

- Al-Qaradhawi, Yusuf, Fiqh al-Muamalah, Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, 2003, hal. 441.


IV. Kesimpulan


"Mengambil untuk sebesar-besarnya" dalam fiqih muamalah adalah konsep yang penting dalam menetapkan batasan keadilan dan etika dalam berdagang dan berbisnis dalam Islam. Konsep ini menegaskan pentingnya kejujuran, adil, dan tidak mengeksploitasi pihak lain dalam setiap transaksi. Referensi dari Al-Quran, hadis Rasulullah SAW, serta karya-karya ulama fiqih memberikan landasan kuat untuk memahami dan mengamalkan prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan konsep "mengambil untuk sebesar-besarnya," diharapkan umat Muslim dapat menciptakan lingkungan bisnis yang berkeadilan dan menghindari praktik-praktik yang merugikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Menggali Perspektif Islam tentang "Cewe Friendly": Pertimbangan Mengapa Mereka Tidak Ideal Sebagai Pasangan

Dalam pandangan Islam, hubungan antara pria dan wanita memiliki batasan yang jelas dan prinsip-prinsip yang diatur oleh ajaran agama. Dalam era modern ini, istilah "cewe friendly" telah menjadi populer untuk menggambarkan wanita yang sangat ramah dan akrab dengan banyak pria. Namun, dalam konteks hubungan dan pernikahan, ada beberapa alasan yang menunjukkan bahwa menjadi pasangan dengan seorang "cewe friendly" mungkin kurang baik. Artikel ini akan membahas alasan-alasan tersebut dengan merujuk pada prinsip-prinsip Islam dan pendekatan agama terhadap hubungan antara pria dan wanita. 1. Penciptaan Batasan dalam Hubungan Dalam Islam, terdapat pandangan bahwa hubungan antara pria dan wanita seharusnya didasarkan pada batasan-batasan yang jelas. Sebuah hubungan yang serius dan bertujuan menuju pernikahan seharusnya dibangun di atas dasar saling menghormati, menjaga batasan fisik dan emosional, serta berkomitmen dalam ikatan pernikahan. Wanita yang terlalu ramah dan akrab...