Kaidah-kaidah fiqhiyah adalah prinsip-prinsip atau aturan-aturan dasar yang digunakan dalam ilmu fiqh Islam untuk memahami dan mengaplikasikan hukum syariah. Salah satu set kaidah fiqhiyah yang terkenal adalah "Lima Kaidah Pokok" atau dalam bahasa Arab dikenal sebagai "Qawaidul Fiqhiyah Al-Khamsah". Lima kaidah pokok ini merangkum prinsip-prinsip penting dalam menentukan hukum-hukum syariah dan memberikan panduan bagi para ulama dalam melakukan ijtihad dan penafsiran hukum. Dalam narasi berikut, kita akan menjelaskan setiap kaidah pokok tersebut dan memperjelas maknanya.
1. Al Amru bi Maqashidiha (Tujuan Hukum Syariah)
Kaidah pertama, "Al Amru bi Maqashidiha", berarti bahwa hukum haruslah berdasarkan pada tujuan-tujuan atau maqashid syariah yang ingin dicapai. Maqashid syariah mencakup tujuan-tujuan utama hukum Islam, seperti menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda. Dalam menentukan hukum syariah, tujuan-tujuan ini harus diutamakan untuk mencapai kebaikan umum dan keadilan sosial.
2. Al Yaqinu laa Yuzalu bi Syaq (Keyakinan tidak dapat digantikan oleh Keraguan)
Kaidah kedua, "Al Yaqinu laa Yuzalu bi Syaq", menyatakan bahwa keyakinan atau kepastian tidak boleh digantikan oleh keraguan atau ketidakpastian. Dalam konteks hukum syariah, ini berarti bahwa jika ada keyakinan yang kuat atau dalil yang jelas mengenai suatu hukum, tidak boleh diabaikan atau digantikan oleh keraguan atau pertimbangan yang tidak pasti.
3. Al Masyaqatu Tajlibu Taisir (Kemudahan diutamakan)
Kaidah ketiga, "Al Masyaqatu Tajlibu Taisir", menekankan pentingnya memudahkan umat Islam dalam menjalankan agama mereka. Prinsip ini menyatakan bahwa jika terdapat kemungkinan untuk memilih antara dua tindakan atau pendekatan yang mempunyai efek yang sama terhadap tujuan agama, maka yang lebih mudah atau memudahkan umat haruslah diutamakan.
4. Adh-Dharuratu Tunzalu (Kedaruratan menghilangkan hukum)
Kaidah keempat, "Adh-Dharuratu Tunzalu", menyatakan bahwa dalam keadaan darurat atau kebutuhan yang mendesak, hukum syariah dapat dikurangi atau diabaikan demi menjaga dan melindungi kepentingan individu atau masyarakat. Namun, pengabaian ini hanya boleh dilakukan sejauh yang diperlukan dan dalam batas-batas yang diizinkan oleh syariah.
5. Al Adah al Muhakamah (Kebiasaan memiliki pengaruh)
Kaidah kelima, "Al Adah al Muhakamah", menekankan pentingnya mempertimbangkan kebiasaan dan praktik yang mapan dalam menentukan hukum. Hukum syariah tidak selalu harus menciptakan perubahan drastis dalam tatanan sosial atau mengabaikan kebiasaan yang sudah berlaku. Jika suatu praktik atau kebiasaan sudah menjadi norma yang diakui dalam masyarakat, maka harus diberikan bobot dan pertimbangan yang layak dalam menafsirkan dan mengaplikasikan hukum.
Referensi:
1. Al-Sharkawi, A. S. (2013). Qawaid Al-Fiqh: The Legal Maxims of Islamic Jurisprudence. International Institute of Islamic Thought (IIIT).
2. Al-Dawoody, A. I. (2011). The Islamic Law of War: Justifications and Regulations. Palgrave Macmillan.
3. Hallaq, W. B. (2009). An Introduction to Islamic Law. Cambridge University Press.
Komentar
Posting Komentar