A. Mengubah budaya masyarakat yang terbiasa dengan praktik-praktik sosial yang tidak sejalan dengan ajaran Islam
Mengubah budaya masyarakat yang terbiasa dengan
praktik-praktik sosial yang tidak sejalan dengan ajaran Islam menjadi salah
satu tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah dalam mengorganisir masyarakat
pada masa awal keislaman. Masyarakat Arab pada saat itu hidup dalam budaya yang
sangat patriarkal dan menganut sistem kekerabatan yang sangat kuat. Selain itu,
mereka juga terbiasa dengan praktik-praktik keagamaan dan sosial yang
bertentangan dengan ajaran Islam.
Salah satu praktik sosial yang bertentangan dengan ajaran
Islam adalah praktik penyembahan berhala atau syirik. Masyarakat Arab pada saat
itu sangat terikat pada praktik penyembahan berhala yang diyakini sebagai
penyembahan kepada tuhan-tuhan atau dewa-dewa yang dipercayai dapat memberikan
kekuatan dan perlindungan. Namun, Rasulullah berhasil mengubah pandangan
masyarakat terhadap praktik penyembahan berhala melalui dakwah dan pendidikan
yang dilakukan secara konsisten dan terus-menerus.
Rasulullah juga berhasil mengubah pandangan masyarakat
terhadap praktik sosial yang berdampak buruk bagi kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat, seperti praktik meminum minuman keras dan berjudi. Beliau melarang
secara tegas praktik-praktik tersebut dan menyerukan masyarakat untuk hidup
sehat dan beretika.
Selain itu, Rasulullah juga berhasil mengubah pandangan
masyarakat tentang perempuan dan kelompok masyarakat yang dianggap lemah dan
terpinggirkan. Masyarakat Arab pada saat itu sangat memandang rendah terhadap
perempuan dan kelompok masyarakat yang dianggap lemah, seperti yatim piatu dan
orang miskin. Namun, Rasulullah berhasil membangun kesadaran di kalangan
masyarakat tentang pentingnya perlakuan yang adil dan setara terhadap semua
kelompok masyarakat.
B. Menciptakan budaya yang mendorong keadilan, kesetaraan, dan saling membantu di antara seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh Rasulullah
dalam mengorganisir masyarakat adalah menciptakan budaya yang mendorong
keadilan, kesetaraan, dan saling membantu di antara seluruh lapisan masyarakat.
Pada masa itu, masyarakat Arab pada umumnya hidup dalam lingkungan yang
cenderung otoriter dan menempatkan lapisan atas sebagai penguasa dan lapisan
bawah sebagai pelayan.
Namun, Rasulullah mampu mengubah pandangan masyarakat dan
menciptakan budaya yang lebih inklusif dan adil. Ia memperkenalkan konsep
ukhuwah, atau persaudaraan, yang menjadi dasar terbentuknya hubungan yang
saling membantu dan saling mengasihi di antara seluruh anggota masyarakat.
Selain itu, Rasulullah juga menerapkan konsep zakat, yaitu
sistem pemberian sumbangan kepada orang-orang yang membutuhkan. Konsep ini
bertujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan membantu orang-orang yang
kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah
pernah mengatakan, "Orang yang paling dicintai oleh Allah adalah orang
yang paling bermanfaat bagi orang lain. Orang yang paling dicintai oleh Allah
adalah orang yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain" (HR. Ibnu
Majah).
Implementasi ukhuwah dan zakat ini tidak hanya membantu
dalam mengurangi kesenjangan sosial, tetapi juga membentuk budaya saling
membantu dan peduli terhadap sesama. Dengan demikian, Rasulullah berhasil
menciptakan budaya yang mendorong keadilan, kesetaraan, dan saling membantu di
antara seluruh lapisan masyarakat.
Referensi:
Abduh, M. (2018). Ukhuwah sebagai Kunci Utama Keharmonisan
dalam Keluarga Muslim. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 16(2), 173-190.
Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, Terjemahan Badrul Hasan dan
Muhammad Fauzi Al-Khadimi, (Solo: Tiga Serangkai, 2008).
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
2003).
Hasan, R. (2018). The Concept of Social Justice in Islam:
The Qur’anic Perspective. The Islamic Quarterly, 62(4), 451-469.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jilid 4, (Jakarta:
Lentera Hati, 2014).
Yusoff, N. M., Yusoff, N. M., & Ramli, M. A. (2019).
Zakat as an Instrument of Social Justice in Malaysia. Al-Qanatir: International
Journal of Islamic Studies, 13(2), 143-160.
Komentar
Posting Komentar