Langsung ke konten utama

Surplus Value dan Riba

A. Pengertian Riba dengan Surplus Value

Riba adalah istilah yang digunakan dalam hukum Islam untuk merujuk pada praktik pemberian atau penerimaan keuntungan tambahan atau bunga atas pinjaman uang. Secara harfiah, riba berarti "peningkatan" atau "pertumbuhan", dan dalam konteks hukum Islam, riba dianggap sebagai bentuk penindasan dan kezaliman terhadap pihak yang meminjamkan uang. Praktik riba dianggap sebagai dosa besar dalam agama Islam, dan diharamkan dalam Al-Quran dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.

Sementara surplus value atau nilai surplus adalah selisih antara nilai produk atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja dan gaji yang diterima oleh tenaga kerja tersebut. Dalam sistem kapitalisme, pemilik modal (capitalist) akan memperoleh keuntungan dari surplus value yang dihasilkan oleh tenaga kerja, sementara tenaga kerja hanya menerima upah yang sebanding dengan nilai kerjanya. Dalam pandangan kaum Marxis, surplus value merupakan sumber utama eksploitasi terhadap tenaga kerja dan menyebabkan ketidakadilan sosial.

B. Persamaan Riba dengan Surplus Value

Lalau apakah riba dengan surplus value itu memiliki kesamaan. Adapun persamaan antara riba dan surplus value terletak pada aspek eksploitasi dan ketidakadilan. Seperti yang kita ketahui, riba adalah praktik meminjamkan uang dengan bunga atau keuntungan yang diambil dari pihak yang meminjam. Hal ini berarti pemilik modal (kreditur) akan memperoleh keuntungan dari modal yang dipinjamkan, sedangkan pihak yang meminjamkan (debitur) akan terbebani dengan bunga atau keuntungan yang dikenakan.

Sedangkan surplus value merupakan selisih antara nilai produk atau jasa yang dihasilkan
oleh tenaga kerja dan gaji yang diterima oleh tenaga kerja tersebut. Dalam sistem kapitalisme, pemilik modal (capitalist) akan memperoleh keuntungan dari surplus value yang dihasilkan oleh tenaga kerja, sementara tenaga kerja hanya menerima upah yang sebanding dengan nilai kerjanya.

Kedua praktik ini dianggap merugikan pihak yang lebih lemah secara ekonomi dan memberikan keuntungan yang tidak adil bagi pihak yang lebih kuat. Oleh karena itu, baik riba maupun surplus value dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan sosial dalam pandangan Islam dan beberapa aliran pemikiran yang sejalan dengan itu.

C. Perbedaan Surplus Value dengan Riba

Meski hukum riba dan surplus value memiliki persamaan namun keduanya memiliki konsep yang berbeda. Riba dalam hukum Islam diartikan sebagai praktik pemberian atau penerimaan keuntungan tambahan atau bunga atas pinjaman uang. Praktik riba dianggap sebagai bentuk penindasan dan kezaliman terhadap pihak yang meminjamkan uang.

Sementara itu, surplus value adalah konsep dalam ekonomi politik yang mengacu pada selisih antara nilai produk yang dihasilkan oleh pekerja dalam bentuk upah dan nilai produk yang dihasilkan dalam bentuk keuntungan yang diterima oleh pemilik modal. Konsep ini menunjukkan bahwa pekerja seringkali hanya dibayar sebagian kecil dari nilai produk yang dihasilkan dan sebagian besar nilai produk tersebut diambil oleh pemilik modal sebagai keuntungan.

Meskipun terdapat beberapa kesamaan antara kritik terhadap riba dan surplus value, seperti keduanya dianggap sebagai bentuk eksploitasi dan penindasan, namun keduanya adalah konsep yang berbeda dan tidak bisa disamakan.

D. Bagaimana Hukum Fiqih Memandang Surplus Value

Surplus value tidak secara eksplisit dibahas dalam literatur fiqih Islam, karena konsep ini lebih terkait dengan teori ekonomi Marxisme. Namun, dalam konteks pengambilan keuntungan, prinsip-prinsip fiqih Islam juga menetapkan batasan-batasan tertentu.

Dalam fiqih Islam, pengambilan keuntungan (mudharabah) adalah sebuah konsep penting dalam transaksi bisnis dan investasi. Ada beberapa aturan yang harus dipatuhi dalam praktik mudharabah, seperti pembagian keuntungan antara investor dan pelaksana proyek, serta pembatasan keuntungan yang dapat diperoleh. Di samping itu, ada juga prinsip-prinsip seperti keadilan, transparansi, dan saling menguntungkan yang harus dipegang dalam praktik bisnis, investasi, dan pengelolaan sumber daya alam.

Namun, penting untuk diingat bahwa konsep-konsep ekonomi modern seperti surplus value bukanlah terjemahan langsung dari konsep-konsep fiqih Islam. Oleh karena itu, sebelum mengambil kesimpulan tentang hukum surplus value dalam fiqih Islam, perlu dipahami lebih dulu apa itu surplus value dalam teori ekonomi dan bagaimana prinsip-prinsip fiqih Islam dapat diaplikasikan dalam konteks tersebut.

Top of Form

Bottom of Form

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Tiga Ras Manusia dari Keturunan Nabi Nuh

Ras manusia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, dengan beragam faktor yang membentuk keberagaman budaya, bahasa, dan karakteristik fisik di seluruh dunia. Salah satu narasi penting dalam agama-agama Samawi adalah kisah Nabi Nuh (Noah) dan banjir besar yang diutus Allah sebagai hukuman terhadap umat manusia yang telah menyimpang dari ajaran-Nya. Dalam kisah tersebut, Nabi Nuh dikatakan memiliki tiga anak: Sem, Ham, dan Yafet. Tiga anak Nabi Nuh ini dipercaya sebagai leluhur dari tiga ras manusia yang berbeda. Dalam artikel ini, kami akan mengulas lebih lanjut mengenai tiga ras manusia tersebut: Semitik, Hamitik, dan Yafetik. 1. Ras Semitik Dalam naskah agama-agama Samawi, Sem diyakini sebagai leluhur dari ras Semitik. Ras ini meliputi bangsa-bangsa di Timur Tengah seperti bangsa Ibrani (Yahudi), Arab, dan bangsa Aram. Para keturunan Sem dikenal dengan budaya yang kaya dan sejarah yang panjang. Mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan agama dan bahasa di wilaya...