A. Pengertian Produksi dalam Syariat
Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang
atau jasa yang memenuhi kebutuhan manusia melalui penggunaan faktor produksi
seperti tenaga kerja, modal, teknologi, dan bahan baku. Produksi merupakan
tahap awal dalam rangkaian kegiatan ekonomi dan menjadi landasan bagi kegiatan
distribusi dan konsumsi. Produksi dilakukan untuk memperoleh keuntungan atau
laba bagi produsen, namun juga harus memenuhi standar kualitas dan keamanan
produk serta mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial.
Dalam istilah fiqih, produksi diartikan sebagai
usaha atau kegiatan manusia yang menghasilkan atau memproduksi barang atau jasa
yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Dalam produksi, terdapat beberapa
prinsip dan kaidah yang harus diperhatikan dalam Islam, seperti prinsip
keadilan, kehalalan dan kebersihan produk, dan menjaga hak-hak pekerja dan
konsumen. Produksi yang dilakukan secara sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut
akan dianggap halal dan mendapat pahala, sedangkan produksi yang melanggar
prinsip-prinsip tersebut dapat dianggap haram dan berdosa.
Dalam Ilmu Fiqih, produksi (al-iqtishash)
merujuk pada kegiatan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang memiliki
manfaat atau nilai ekonomi. Produksi dianggap sebagai salah satu sumber
kekayaan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan negara, sehingga
pengaturan dan pengelolaan produksi termasuk dalam ruang lingkup hukum ekonomi
atau siyasah syar'iyyah. Dalam perspektif fiqih, produksi juga diatur oleh
aturan-aturan syariah, misalnya dalam hal penggunaan sumber daya alam,
perlindungan lingkungan, kesejahteraan pekerja, pembagian keuntungan, dan
sebagainya.
B. Syarat Produksi Menurut Syariat
Dalam pandangan fiqih, produksi barang dan jasa
yang diperbolehkan adalah yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan
norma-norma etika yang berlaku. Secara umum, kegiatan produksi harus memenuhi
kriteria-kriteria tertentu, seperti tidak merusak lingkungan, tidak
membahayakan kesehatan manusia, tidak melanggar hak-hak pekerja, dan
sebagainya. Beberapa contoh barang dan jasa yang diperbolehkan dalam syariat
antara lain makanan, pakaian, peralatan rumah tangga, buku, perangkat
elektronik, konsultasi hukum, jasa kecantikan, jasa pengiriman, dan sebagainya.
Namun demikian, produksi barang dan jasa yang melanggar prinsip-prinsip syariat
seperti judi, miras, prostitusi, dan sejenisnya diharamkan dan tidak boleh
dilakukan.
Dalam produksi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar
hal tersebut diizinkan menurut syariat Islam, di antaranya:
- Menghasilkan barang atau jasa yang tidak dilarang oleh syariat.
- Tidak merusak lingkungan hidup.
- Tidak merugikan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Tidak menggunakan bahan-bahan yang haram atau tidak jelas status halal-haramnya.
- Tidak menipu, mengelabui, atau merugikan konsumen dengan cara apapun.
- Mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang berlaku di daerah tersebut.
Adapun jika suatu produksi melanggar syarat-syarat tersebut,
maka produksi tersebut dianggap haram atau tidak sah menurut syariat Islam.
Dalam Islam, terdapat beberapa cara perolehan produksi yang
diperbolehkan, di antaranya:
- Jual beli: cara ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh produksi dengan cara membeli barang atau jasa dari orang lain dengan harga yang telah disepakati.
- Sewa menyewa: cara ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh produksi dengan cara menyewa barang atau jasa dari orang lain dengan harga yang telah disepakati.
- Hibah atau sedekah: cara ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh produksi dengan cara diberikan secara cuma-cuma atau sebagai hadiah dari orang lain.
- Pemberian upah: cara ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh produksi dengan cara membayar upah kepada pekerja yang telah melakukan pekerjaan.
Dalam semua cara perolehan produksi tersebut, harus diperhatikan bahwa sumber produksi tersebut harus halal, baik dalam proses produksinya maupun dalam hasil yang dihasilkan. Selain itu, cara perolehan produksi tersebut juga harus memperhatikan hak-hak orang lain dan menghindari praktek-praktek yang merugikan atau melanggar huku syariat.
C. Perbedaan Proses Produksi Konvesional dengan Syariat
Produksi dalam konvensional dan syariat memiliki perbedaan
dalam prosesnya. Dalam produksi konvensional, orientasi utama adalah pada
pencapaian tujuan dan profit, sedangkan dalam produksi syariat, tujuan utama
adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan sosial. Proses
produksi dalam syariat juga diatur oleh prinsip-prinsip syariah seperti
keadilan, kebenaran, kemanfaatan, dan kemaslahatan umum.
Selain itu, produksi dalam konvensional seringkali melibatkan unsur-unsur yang dilarang dalam syariat seperti riba, gharar, maysir, dan riba. Sementara dalam produksi syariat, kegiatan ekonomi harus memenuhi prinsip-prinsip syariah sehingga menghindari unsur-unsur yang dilarang dalam Islam. Produk-produk yang diperbolehkan dalam produksi syariat antara lain produk halal dan berguna bagi manusia serta tidak merugikan masyarakat.
Komentar
Posting Komentar