Langsung ke konten utama

Hukum Transaksi Jual beli

 

Hukum transaksi adalah sasaran dan tujuan dari proses transaksi. Dalam jual beli, hukumnya adalah barang dimiliki oleh pembeli dan harga dimiliki oleh penjual. Sementara dalam penyewaan, manfaat barang dimiliki oleh orang yang menyewa dan upah dimiliki oleh orang yang menyewakan.

Untuk masalah hukum ini terdapat tiga penyebutan, yaitu:

a.       Terkadang yang dimaksud adalah hukum taklifi, dimana bisa wajib, sunnah, mubah, haram, atau makruh. Seperti  hukum puasa adalah wajib, hukum mencuri adalah haram, dan seterusnya.

b.       Terkadang yang dimaksud adalah status syariat bagi sebuah perbuatan dari sisi sah, harus, atau tidak harus. Seperti kalau dikatakan bahwa hukum transaksi yang memenuhi syarat dan rukunnya adalah transaksi yang sah dan berlaku lozimbagi kedua belah pihak.

c.       Terkadang yang dimaksud adalah pengaruh dari sebuah perbuatan syariat, seperti wasiat jika memenuhi syarat dan rukunnya maka wasiat memiliki pengaruh kepada orang yang diberi wasiat dan pengaruh pada barang yang diwasiatkan.

Adapun maksud hukum pada pembahasan ini adalah hukum pada poin ketiga. Artinya, hukum syariat yang kuat berlaku pada jual beli dan pengaruh-pengaruh yang timbul. Sedangkan pengaruh jual beli adalah ditetapkannya kepemilikan barang bagi pembeli dan ketetapan kepemilikan harga bagi penjual. Pengaruh ini terjadi bila jual beli berlaku lazim dan tidak ada hak khiyaar di dalamnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan hak-hak transaksi adalah perbuatan yang mesti dilakukan untuk memperoleh hukum transaksi, seperti menyerahkan barang, menentukan harga, dan mengembalikan barang bila ada cacat, atau hak melanjutkan atau membatalkan transaksi ketika selesai melihat barang, serta ada jaminan mengembalikan uang kalau barang perlu dikembalikan.

Hak-hak jual beli yang mengikut pada hukumnya, yaitu semua hak yang harus mengikut pada barang yang dijual karena keberadaanya disebabkan oleh keberadaan barang itu sendiri, seperti jalan dan saluran air di tanah. Biasanya disebut sebagai maraafiq (perlengkapan). Begitupun sebaliknya, barang-barang yang tidak seperti disebutkan tadi maka tidak masuk secara otomatis pada barang yang dijual kalau tidak disebutkan, kecuali menurut kebiasaan bahwa penjual biasanya memberi hal itu kepada pembeli seperti kunci. Karena, kunci meskipun bisa dipisahkan dari rumah tapi adat kebiasan jual beli menasirkannya dalam transaksi. Berbeda halnya dengan gembok dan kuncinya. Begitu pula tangga yang bukan bagian dari rumah. Adapun tangga yang merupakan bagian dari rumah pada bangunan yang bertingkat maka secara kebiasaan masuk dalam transaksi. Untuk lebih detail, berikut ini penjelasannya:

a.        Siapa yang membeli rumah yang di atasnya ada rumah maka rumah yang di atas tidak masuk dalam transaksi. Karena suatu barang tidak mungkin menjadi bagian dari barang yang sejenisnya.

b.        Membeli rumah berarti membeli semua yang menjadi bagian dari rumah itu, seperti jalan, dapur, tempat berwudhu (WC), dan semacamnya, karena ini semua menjadi bagiannya yang penting. Jadi, ketika membeli rumah berarti termasuk jalan yang ada dalam rumah, jalan yang menghubungkan ke jalan umum, kamar kecil (WC), sumur, pohon, dan kebun meski tidak disebutkan dalam transaksi. Adapun halaman dan kebun yang ada di luar rumah dan bentuknya seperti rumah atau Iebih besar dari rumah maka tidak masuk dalam transaksi. Begitu pula, termasuk dalam rumah adalah pintu aslinya, serta pintu luar yang menghadap ke jalan yang biasa disebut pintu gerbang, karena semua ini termasuk bagian-bagian rumah.

Kemah atau tenda yang dibuat di atas jalan tidak masuk dalam transaksi pembelian rumah. Begitu juga jalan dan saluran air yang bukan bagian dari rumah, kecuali kalau disebutkan dalam transaksi, karena di luar batas rumah. Berbeda dengan transaksi jual beli, semua yang disebutkan tadi masuk dalam transaksi penyewaan, perwakafan, dan penggadaian, karena transaksi-transaksi ini dilakukan untuk kepentingan pemanfaatan bukan pemilikan. Ini adalah pendapat lama dari Hanafi. Akan tetapi, hal yang masih dipertanyakan pada hukum di atas adalah kebiasaan yang berlaku di setiap daerah dan masa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Menggali Perspektif Islam tentang "Cewe Friendly": Pertimbangan Mengapa Mereka Tidak Ideal Sebagai Pasangan

Dalam pandangan Islam, hubungan antara pria dan wanita memiliki batasan yang jelas dan prinsip-prinsip yang diatur oleh ajaran agama. Dalam era modern ini, istilah "cewe friendly" telah menjadi populer untuk menggambarkan wanita yang sangat ramah dan akrab dengan banyak pria. Namun, dalam konteks hubungan dan pernikahan, ada beberapa alasan yang menunjukkan bahwa menjadi pasangan dengan seorang "cewe friendly" mungkin kurang baik. Artikel ini akan membahas alasan-alasan tersebut dengan merujuk pada prinsip-prinsip Islam dan pendekatan agama terhadap hubungan antara pria dan wanita. 1. Penciptaan Batasan dalam Hubungan Dalam Islam, terdapat pandangan bahwa hubungan antara pria dan wanita seharusnya didasarkan pada batasan-batasan yang jelas. Sebuah hubungan yang serius dan bertujuan menuju pernikahan seharusnya dibangun di atas dasar saling menghormati, menjaga batasan fisik dan emosional, serta berkomitmen dalam ikatan pernikahan. Wanita yang terlalu ramah dan akrab...