Syarat Berlakuknya Transaksi
Untuk Sahnya Sebuah Transaksi Harus Terpenuhi Dua Syarat:
Pertama hak kepemilikan dan hak wewenang. Hak milik adalah hak memiliki barang di mana hanya orang yang memilikinya yang mampu berkuasa penuh atas barang itu selama tidak ada halangan syar'i. Sementara hak wewenang adalah kekuasaan resmi yang diberikan oleh agama agar bisa melegalkan ataupun melakukan sebuah transaksi.
Ada dua jenis hak wewenang, yakni: hak wewenang asli yaitu seseorang memiliki hak untuk mengurusi dirinya dengan dirinya sendiri sedangkan hak wewenang perwakilan seseorang mengurusi urusan orang lain yang tidak sempurna hak kapasitasnya. Hak berkuasa tipe kedua ada dua macam, yaitu mengganti hak pemilik dan disebut wakil, dan mewakili pemberi kekuasaan dan perwakilan ini disebut sebagai wali.
Kedua, hendaknya pada barang yang dijual tidak ada hak milik selain penjual. Jika saja pada barang yang dijual itu ada hak orang lain, maka jual beli tertangguhkan belum terlaksana. Atas dasar ini pula, jual beli orang penggadai atas barang gadaian tidak bisa terlaksana, juga tidak terlaksana jual beli orang yang menyewa atas barang sewaan. Jual beli pada kasus-kasus ini tertangguhkan hingga didapatkan izin dari orang yang menggadaikan barang ataupun orang yang menyewakan, tetapi tidak rusak. Karena, rukun jual beli keluar dari pemiliknya langsung, ditambah dengan harta yang bernilai yang dimilikinya yang bisa serah terima, tanpa adanya cacat yang ditimbulkan.
Berdasarkan syarat-syarat berlakunya, jual beli terbagi menjadi dua, yakni: nafidz (berlaku) dan mauquf (tertangguhkan). Adapun jual beli yang berlaku adalah jual beli yang memenuhi rukun transaksi serta terpenuhinya syarat-syarat terjadinya transaksi dan syarat-syarat berlakunya. Sedangkan jual beli yang tertangguhkan adalah jual beli yang memenuhi rukun transaksi serta syarat-syarat teriadinya transaksi, tetapi syarat berlakunya yaitu hak kepemilikan atau hak wewenang terhadap barang belum terpenuhi.
Hukum Mengenai Fudhuuli
fudhuuli adalah orang yang melakukan jual beli barang milik orang lain yangada padanya, sedangkan kalau melakukan jual beli barang yang tidak ada padanya dan tidak dimiliki maka hukumnya adalah haram. Bila seseorang menjual barang orang lain dengan syarat, kalau pemiliknya rela atas transaksi tersebut berarti jual beli diteruskan dan kalau tidak rela berarti jual beli dibatalkan.
Mazhab Hanafi membedakan antara penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh seoran gfudhuuli.Pada penjualan, transaksi fudhuuli dianggap sah tetapi tertangguhkan, baik dia mengatasnamakan transaksi itu atas dirinya maupun mengatasnamakan pemiliknya. Karena tidak mungkin transaksi berlaku sah pada fudhuuli. kalau fudhuuli membeli dan mengatasnamakan dirinya sementara ia berniat untuk membeli untuk orang lain, maka pembelian itu berlaku untuk dirinya sendiri meskipun boleh dilakukan. Karena hukum dasarnya adalah semua tindakan orang sah untuk dirinya, bukan untuk orang lain.
kalau fudhuuli mengatasnamakan orang lain atau tidak untuk fudhuuli seperti mewakilkan anak kecil, maka pembelian itu dianggap sah tetapi tertangguhkan atas izin orang lain, atau orang yang diperuntukkannya barang itu. Jika orang yang bersangkutan mengizinkannya, maka transaksi itu terlaksana, sedangfudhuuli dianggap sebagai wakil yang memegang hak-hak transaksi.
Madzhab Maliki berpendapat bahwa secara umum transaksi yang dilakukan oleh fudhuuli baik penjualan maupun pembelian adalah sah dan tertangguhkan pada izin orang yang bersangkutan. Jika orang yang bersangkutan menyetujuinya, maka transaksi itu berlaku dan jika tidak menyetujuinya, maka tidak berlaku.
Adapun Hanbali mengatakan bahwa transaksi seorang fudhuli tidak sah secara mutlak, baik penjualan maupun pembelian, meskipun diizinkan oleh orang yang bersangkutan. Kecuali ilka fudhuuli itu membeli barang dengan status pinjaman dan meniatkan pembelian itu untuk seseorang yang dia tidak sebutkan, atau membeli dengan uang tunai dan meniatkan untuk orang tanpa menyebutkan namanya, maka pembelian itu sah. Kemudian, jika orang yang fudhuuli niatkan itu mengizinkan pembelian, maka orang tersebut menjadi pemiliknya sejak dibeli oleh fudhuuli, sedangkan jika tidak diizinkan maka barang yang dibeli fudhuuli menjadi miliknya dan hukum berlaku kepadanya.
Sementara kalangan Syafi'i dan Dzahiriyah berpendapat bahwa disyaratkan pada barang yang akan dijual harus menjadi milik orang yang akan melangsungkan transaksi. Dengan demikian, jual beli seorangfudhuuli batal sejak awal dan izin orang pihak ketiga tidak mempunyai pengaruh hukum.
Komentar
Posting Komentar