Langsung ke konten utama

Rukun Atau Cara Terjadinya Jual Beli

 

Menurut Hanafi, rukun jual beli adalah ijab qabul yang menunjukkan adanya maksud untuk saling menukar. Adapun rukunnya adalah tindakan berupa kata atau gerakan yang menunjukkan kerelaan dengan berpindahnya harga dan barang. Ini adalah pernyatan ulama Hanafi dalam hal transaksi. Adapun mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa jual beli memiliki empat rukun yaitu penjual, pembeli, pernyataan kata (ijab qabul), dan barang.

Ijab, menurut Hanafi, adalah menetapkan perbuatan khusus yang menunjukkan kerelaan yang terucap pertama kali dari perkataan salah satu pihak baik dari peniual seperti kata bi'tu maupun dari pembeli seperti pembeli mendahului menyatakan kalimat, "Saya ingin membelinya dengan harga sekian" Sedangkan qabul adalah apa yang dikatakan kali kedua dari salah satu pihak.la Dengan demikian, ucapan yang dijadikan sandaran hukum adalah siapa yang memulai pernyataan dan menyusulinya saja, baik itu dari penjual maupun pembeli. Sedangkan ijab menurut mayoritas ulama adalah pernyatan yang keluar dari orang yang memiliki barang meskipun dinyatakannya di akhir. Sementara qabul adalah pernyataan dari orang yang akan memiliki barang meskipun dinyatakan lebih awal.

  1. Shighat Ijab Qabul

Shighat Jual beli menurut Hanafi bisa berupa penggunaan dua kata tanpa harus adanya niat, dalam hal ini dengan bentuk kata lampau, seperti bi'tu (saya telah menjual) dan isytaraitu (saya telah membeli). Pernyataan ini meskipun berbentuk lampau tapi bisa digunakan untuk pernyataan ijab pada waktu sekarang. Jual beli tidak sah bila dinyatakan dengan kata perintah, baik dengan adanya niat maupun tidak ada, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan waktu sekarang.

Jumhur ulama berpendapat bahwa transaksi apa saja baik itu jual beli maupun akad nikah yang dinyatakan kata perintah bisa dianggap sah Karena dasar transaksi adalah kerelaan, sedang pernyataan ijab qabul yang keluar dari kedua pihak menunjukkan kerelaan bila dilihat dari kebiasaan sehingga transaksi yang dilakukannya sah-sah saja seperti halnya jika ijab yang lebih dulu dinyatakan. Di sisi lain, tujuannya telah tercapai baik yang memohon maupun yang memerintah statusnya pembeli atau penjual.

  1. Baiul mu’aathaah (tanpa Ijab qabul)

Bai'ul Mu'aathaah atau bai'ul muraawo'dhah adalah ketika kedua belah pihak sepakat atas harga dan barang. Keduanya juga memberikan barangnya tanpa ada ijab ataupun qabul. Namun terkadang, ada juga kata-kata dari salah satu pihak. 

Jumhur ulama berpendapat bahwa jual beli jenis ini sah jika sudah menjadi kebiasaan dan ada kerelaan, karena jual beli akan menjadi sah bila ada hal yang menunjukkan kerelaan. Sebab, orang-orang juga sering melakukan jual beli jenis ini di pasar setiap waktunya dan tidak pernah terdengar rasa keberatan dari siapa pun. Dengan begitu, sikap seperti ini bisa disebut sebagai ijma umat. jadi, bukti yang cukup dalam jenis jual beli ini adalah adanya kerelaan.

Syafi'i berpendapat bahwa jual beli jenis ini disyaratkan dengan adanya pernyataan berupa kata-kata yang jelas maknanya ataupun kata-kata yang kurang jelas maknanya pada ijab dan qabul. Atas dasar ini, jual beli jenis ini tidak sah, baik barang yang diperjual belikan itu adalah barang yang murah.

Namun, beberapa ulama dari mazhab Syafi'I seperti Imam Nawawi, Baghawi, dan Imam Mutawalli mengangap sah transaksi semacam ini pada semua transaksi jual beli yang biasa dilakukan oleh orang-orang. Sebab, tidak ada dalil yang mensyaratkan harus adanya kata-kata. Karena, rujukan selalu kepada tradisi (urf) Akan tetapi, beberapa ulama lainnya dari mazhab Syafi'I seperti Ibnu Suraij dan Ruyani membatasi bolehnya jual beli tanpa ijab qabul pada barang-barang biasa yaitu tidak mahal, dimana orang sering melakukannya dengan tanpa ijab-qabul ketika membeli sekerat roti, seikat sayur, dan semacamnya.

  1. Khiyarul majlis (Meneruskan atau membatalkan transaksi)

Hanafi, Maliki, dan tujuh ahli fiqih di kota Madinah berpendapat bahwa transaksi harus disepakati dengan ijab-qabul. Karena, jual beli merupakan kesepakatan yang saling menukar. jual beli akan ditetapkan setelah sempurnanya kata-kata transaksi sehingga tidak butuh pada khiyaar majlis.

Sedangkan Syafi'i, Hanbali, Sufyan ats-Tsauri, dan Ishaq berpendapat bahwa transaksi jual beli yang sudah terjadi ditandai dengan adanya ijab-qabul. Transaksi itu masih bebas, yaitu tidak mengikat selama kedua belah pihak masih ada di tempat transaksi. Masing-masing dari kedua belah pihak memiliki pilihan untuk meneruskan atau membatalkan selama masih berkumpul dan belum berpisah, yaitu bebas menentukan pilihan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Menggali Perspektif Islam tentang "Cewe Friendly": Pertimbangan Mengapa Mereka Tidak Ideal Sebagai Pasangan

Dalam pandangan Islam, hubungan antara pria dan wanita memiliki batasan yang jelas dan prinsip-prinsip yang diatur oleh ajaran agama. Dalam era modern ini, istilah "cewe friendly" telah menjadi populer untuk menggambarkan wanita yang sangat ramah dan akrab dengan banyak pria. Namun, dalam konteks hubungan dan pernikahan, ada beberapa alasan yang menunjukkan bahwa menjadi pasangan dengan seorang "cewe friendly" mungkin kurang baik. Artikel ini akan membahas alasan-alasan tersebut dengan merujuk pada prinsip-prinsip Islam dan pendekatan agama terhadap hubungan antara pria dan wanita. 1. Penciptaan Batasan dalam Hubungan Dalam Islam, terdapat pandangan bahwa hubungan antara pria dan wanita seharusnya didasarkan pada batasan-batasan yang jelas. Sebuah hubungan yang serius dan bertujuan menuju pernikahan seharusnya dibangun di atas dasar saling menghormati, menjaga batasan fisik dan emosional, serta berkomitmen dalam ikatan pernikahan. Wanita yang terlalu ramah dan akrab...