Langsung ke konten utama

Hukum Transaksi Fudhuuli

Syarat-syarat Mengizinkan Transaksi Fudhuuli

Mazhab Hanafi memberikan syarat-syarat diperbolehkannya transaksi fudhuuli:

Pertama, Pada saat fudhuuli melakukan transaksi, ia mendapatkan izin untuk melakukan transaksi itu. Siapa pun yang bisa menyatakan transaksi dengan sendirinya, karena hartanya diperbolehkan dengan adanya izin melakukan transaksi pada saat itu dan setelah dilaksanakannya transaksi. Adapun orang yang tidak diperbolehkan itu maka ia tidak memiliki izin pada saat transaksi. Sedangkan izin di waktu mendatang bisa saja terjadi dan juga tidak. 

Kedua, hendaknya legalitas izin itu diberikan pada saat adanya penjual, pembeli, pemilik, dan barang. Jika izin itu diberikan setelah salah satu dari unsur tadi hilang, maka transaksi dianggap batal dan perizinan dianggap tidak bermanfaat sama sekali. Karena perizinan pada intinya adalah tindakan dalam melakukan transaksi, maka transaksi pun harus ada. Sedangkan keberadaan transaksi sangat tergantung pada adanya kedua belah pihak dan barang itu sendiri.

Ketiga, tidak boleh memberlakukan transaksi atas seorang fudhuuli jika orang yang bersangkutan menolaknya seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

Terjadinya pembatalan transaksi yang dilakukan seorang fudhuuli, seperti pada transaksi jual, terkadang dilakukan oleh pemilik barang seperti yang sudah jelas. Bisa juga dilakukan dari fudhuli sendiri yang menjual sebelum mendapatkan izin dari pemilik barang sampai ia membayar untuk dirinya sendiri semua yang membebaninya jika pemilik barang sampai memberi izin, atau juga dari pembeli sendiri agar terhindar dari kerugian yang bisa muncul dengan membeli barang dari orang yang bukan pemiliknya.

Hukum transaksi dengan mewakili dua belah pihak oleh Seorang Fudhuuli

Jika seorang fudhuuli menjual rumah seseorang sementara keduanya (pemilik dan pembeli) tidak hadir di majelis transaksi, sedang dia sendiri yang menerima transaksi dari pembeli, maka transaksi ini tidak sah. Karena berbilangnya pelaku transaksi adalah syarat utama dari sahnya transaksi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pernyataan qabul pelaku transaksi yang sedang tidak hadir di majelis. Karena itulah, pernyataan ijab dalam kasus seperti ini otomatis batal dan tidak sah meski berpegangan pada izin yang bersangkutan.

Dengan kata lain, syarat-syarat yang ada pada saat transaksi hanya memenuhi sebagian saja dari syarat transaksi, sedang syarat lainnya tidak bisa dinyatakan ada kecuali dengan status perwakilan atau hakwewenang. Sementara itu, fudhuuli tidak memiliki status keduanya, baik perwakilan maupun wewenang.

Transaksi Anak Kecil yang Mumayyiz

Transaksi yang dilakukan oleh anak kecil yang berakal dan mumayyiz, menurut Hanafi dan Hanbali, dianggap sah dan bergantung pada izin walinya, selama ia masih berstatus anak kecil atau bergantung pada izin dirinya sendiri bila sudah memasuki umur dewasa jika semasa kecil tidak mendapat izin dari walinya. Jika seorang anak kecil sudah memasuki masa dewasa dan belum mendapat izin dari walinya lalu ia memberi izin kepada dirinya sendiri, maka transaksinya dianggap sah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Menggali Perspektif Islam tentang "Cewe Friendly": Pertimbangan Mengapa Mereka Tidak Ideal Sebagai Pasangan

Dalam pandangan Islam, hubungan antara pria dan wanita memiliki batasan yang jelas dan prinsip-prinsip yang diatur oleh ajaran agama. Dalam era modern ini, istilah "cewe friendly" telah menjadi populer untuk menggambarkan wanita yang sangat ramah dan akrab dengan banyak pria. Namun, dalam konteks hubungan dan pernikahan, ada beberapa alasan yang menunjukkan bahwa menjadi pasangan dengan seorang "cewe friendly" mungkin kurang baik. Artikel ini akan membahas alasan-alasan tersebut dengan merujuk pada prinsip-prinsip Islam dan pendekatan agama terhadap hubungan antara pria dan wanita. 1. Penciptaan Batasan dalam Hubungan Dalam Islam, terdapat pandangan bahwa hubungan antara pria dan wanita seharusnya didasarkan pada batasan-batasan yang jelas. Sebuah hubungan yang serius dan bertujuan menuju pernikahan seharusnya dibangun di atas dasar saling menghormati, menjaga batasan fisik dan emosional, serta berkomitmen dalam ikatan pernikahan. Wanita yang terlalu ramah dan akrab...