Langsung ke konten utama

Alat bersuci menurut mazhab hanafi part 2

  • 8. Mengusap (An-Nadfu)

Kapas, kain, dan semacamnya bisa membersihkan najis jika diusapkan. Bekas najis akan hilang jika najis itu sedikit.

9. Menyingkirkan (At-Taqwir)

Maksudnya adalah menyingkirkan bagian yang terkena najis dari bagian yang tidak terkena najis. Cara ini dapat membersihkan minyak beku yang terkena najis. Jika najis itu jatuh ke dalam cairan seperti minyak dan minyak samin yang mencair, maka cairan itu boleh menjadi suci dengan cara menuangkan air ke atasnya sebanyak tiga kali, ataupun dengan cara meratakannya ke dalam bejana yang berlubang. Kemudian dituangkan air ke atasnya. Minyak itu akan naik ke permukaan, dan hendaklah minyak itu diambil atau dengan cara membuka lubang bejana itu, supaya air dapat mengalir keluar.

Bahan-bahan yang membeku dapat disucikan dengan cara seperti tadi. Kecuali jika najis itu meresap ke dalam bahan. Jika barang yang keras itu adalah bejana, maka ia dapat disucikan dengan cara menuangkan air ke atasnya, sehingga banjir dan kemudian dialirkan. Jika barang itu adalah barang yang dimasak seperti daging ayam, maka bisa menjadi suci dengan cara membasuhnya dalam keadaan mentah. Tetapi, barang tersebut tidak dapat menjadi suci jika ia terkena najis kemudian dimasak dengan api bersama-sama dengan najis itu. Sebab, najis sudah meresap ke dalam bagian barang itu. Berdasarkan ketetapan ini, maka jika kepala binatang direbus bersama daging dan usus besar sebelum dibasuh dan dibersihkan, maka ia tidak akan suci. Jika ayam yang direbus untuk memudahkan dalam mencabuti bulunya sebelum perutnya dibedah dan dikeluarkan najisnya, maka tidak akan menjadi suci sama sekali.

10. Membagi Benda yang Terkena Najis

Benda yang terkena najis dapat dibagi dengan cara memisahkan bagian yang terkena najis dari bagian yang bersih atau suci. Atau dengan cara lain seperti  memisahkan barang-barang yang serupa seperti beras apabila terkena najis dan membagikannya kepada para pembeli. Barang yang terkena najis kemudian diberikan kepada orang yang berpendapat bahwa barang itu tidak najis, ia dianggap suci. Cara menyingkirkan najis, memberi dan membagikannya, sebetulnya pada hakikatnya tidak dianggap sebagai cara menyucikan, tetapi diterima sebagai cara menyucikan atas dasar untuk memberi kemudahan kepada manusia.

11 Istihalah

Istihalah adalah perubahan suatu benda yang disifati najis berubah menjadi benda yang berbeda dari sebelumnya.. Contohnya seperti, darah kijang berubah menjadi minyak kasturi, arak berubah menjadi cuka dengan sendirinya, atau melalui sesuatu  tahi binatang yang menjadi abu karena terbakar, tanah pembuangan sampah apabila kering dan hilang bekasnya, dan najis yang ditanam di dalam tanah dan bekasnya sudah hilang karena masa yang lama.

12. Menyamak

Menyamak digunakan untuk membersihkan kulit yang terkena najis ataupun kulit bangkai. Menyamak dapat menyucikan semua jenis kulit, kecuali kulit manusia dan kulit babi, serta kulit binatang kecil yang tidak dapat disamak seperti kulit tikus dan ular yang kecil. Menyamak dapat menyucikan sesuatu jika menggunakan alat yang dapat menghilangkan bau busuk. Menyamak tetap dianggap sebagai penyuci karena sama seperti cara melumuri dengan tanah atau menjemurnya. 

13. Sesembelihan menurut syara

Cara ini bisa menyucikan binatang yang disembelih dengan syarat sesuai dengan syariat, walaupun binatang tersebut tidak boleh dimakan dagingnya. Sebab, sembelihan berfungsi sama seperti menyamak, yaitu dapat menghilangkan darah yang mengalir dan lendir yang najis. Oleh sebab itu, sembelihan dapat menyucikan kulit sama seperti menyamak, kecuali kulit manusia dan babi.

14. Membakar

Benda najis dapat menjadi suci apabila benda najis tersebut berubah karena terbakar oleh api atau hilang bekas najisnya dengan pembakaran itu. Maka pembakaran benda najis dengan menggunakan api dapat membuat benda tersebut menjadi suci.

15. Menguras (An-Naz'ah)

naz'ah yaitu membuang beberapa timba air yang wajib dibuang ataupun membuang seluruh air sesudah apa yang terjatuh ke dalam telaga itu, baik manusia maupun binatang-dikeluarkan. Jika yang wajib dibuang adalah semua air telaga, maka jika dapat semua mata air atau jalan masuk air harus ditutup, kemudian barulah air yang najis yang terdapat dalam telaga itu dibuang. Jika lubang masuknya air atau mata air tidak dapat ditutup karena air sangat banyak, maka hendaklah air yang dibuang sesuai kadar berikut.

  • Jika yang jatuh ke dalam telaga itu adalah binatang, maka perlu dilihat. Apabila binatang itu adalah binatang jenis najis 'ain seperti babi, maka semua air wajib dibuang. Menurut pendapat yang ashah di kalangan ulama madzhab Hanafi, anjing tidaklah termasuk binatang najis 'ain. Apabila binatang yang jatuh ke dalam telaga air itu bukan binatang yang termasuk najis 'ain, maka perlu dilihat. Jika yang jatuh adalah manusia, maka tidak menyebabkan telaga itu najis. Jika yang jatuh adalah binatang yang haram dimakan dagingnya seperti binatang buas, maka menurut  pendapat yang ashah, binatang itu menyebabkan air menjadi najis. Jika yang jatuh adalah keledai atau bighal, maka menurut pendapat yang ashah bintang itu menyebabkan air tersebut menjadi air yang diragukan.
  • Jika yang jatuh ke dalam telaga adalah binatang yang halal untuk dimakan, maka binatang itu menyebabkan air arit tersebut menjadi najis apabila binatang itu mati. Oleh sebab itu, hendaklah semua airnya dibuang, apabila binatang itu telah kembung atau hancur. Jika binatang itu tidak kembung atau tidak hancur maka menurut zhahir ar-riwayat dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu:

Pertama, Apabila yang jatuh adalah bangkai tikus atau semacamnya, maka air tersebut dibuang 20 sampai 30 timba disesuaikan dengan besar kecilnya timba. Kedua, Jika yang jatuh adalah bangkai ayam atau semacamnya, maka hendaklah air yang dibuang adalah 40 sampai 50 timba. Ketiga, Jika yang jatuh adalah manusia, maka hendaklah semua air itu dibuang apabila orang yang jatuh itu diyakini ada najisnya, baik najis haqiqi atau hukmi, baik dia berniat mandi ataupun wudhu ketika masuk telaga itu.

16. Masuknya air dan keluar dari arah yang lain

Hal ini bisa terjadi pada kulah yang kecil. Dengan cara ini, seakan-akan ia dibasuh sebanyak tiga kali. Ini merupakan cara penyucian kulah ataupun bejana apabila terkena najis. Sebab, air dapat menghilangkan bekas najis, yaitu dengan keluarnya air dari arah yang lain. Dengan cara ini juga, maka diyakini tidak akan ada lagi najis yang tertinggal dalam kulah tersebut. Berdasarkan keputusan ini, maka jika air dalam bejana atau dalam suatu saluran terkena najis, maka ia dapat menjadi suci dengan cara mencurahkan air dari satu arah sehingga ia mengalir keluar ke arah yang satunya lagi.

17. Membalikan tanah (al-harfu)

al-hafru adalah membalikkan tanah dari bagian yang atas lalu dikebawahkan. Cara ini dapat menyucikan tanah yang najis.

18. Membasuh ujung pakaian atau badan

Cara ini dapat mengganti basuhan ke seluruh pakaian atau badan, apabila orang tersebut lupa tempat yang terkena najis. Cara ini boleh dilakukan meskipun ia tidak mencari tempat najis itu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Menggali Perspektif Islam tentang "Cewe Friendly": Pertimbangan Mengapa Mereka Tidak Ideal Sebagai Pasangan

Dalam pandangan Islam, hubungan antara pria dan wanita memiliki batasan yang jelas dan prinsip-prinsip yang diatur oleh ajaran agama. Dalam era modern ini, istilah "cewe friendly" telah menjadi populer untuk menggambarkan wanita yang sangat ramah dan akrab dengan banyak pria. Namun, dalam konteks hubungan dan pernikahan, ada beberapa alasan yang menunjukkan bahwa menjadi pasangan dengan seorang "cewe friendly" mungkin kurang baik. Artikel ini akan membahas alasan-alasan tersebut dengan merujuk pada prinsip-prinsip Islam dan pendekatan agama terhadap hubungan antara pria dan wanita. 1. Penciptaan Batasan dalam Hubungan Dalam Islam, terdapat pandangan bahwa hubungan antara pria dan wanita seharusnya didasarkan pada batasan-batasan yang jelas. Sebuah hubungan yang serius dan bertujuan menuju pernikahan seharusnya dibangun di atas dasar saling menghormati, menjaga batasan fisik dan emosional, serta berkomitmen dalam ikatan pernikahan. Wanita yang terlalu ramah dan akrab...