Langsung ke konten utama

Alat Bersuci Menurut Madzhab Maliki

1. Membasuh Dengan Air (mutlak)

Membasuh dengan air (mutlak) bisa dilakukan untuk perkara yang tidak cukup hanya dengan percikan atau usapan. Ketika membasuh, tidaklah cukup hanya dengan mengalirkan air ke atas najis. Zat najis dan juga bekas najis itu harus dihilangkan terlebih dulu. Menghilangkan najis dengan cairan selain air adalah tidak boleh hukumnya.

2. Mengusap

Caranya adalah mengusap dengan cara potongan kain yang dibasahi. Ini dilakukan untuk barang-barang yang akan rusak jika dibasuh, seperti pedang dan sandal.

3. Memercikan Air

Caranya dengan memercikkan air ke pakaian atau tikar jika diragukan najisnya. Percikan itu boleh dilakukan tanpa niat sama seperti ketika membasuh. Yang dimaksud dengan cara ini adalah memercikkan dengan tangan ataupun lainnya seperti dengan menggunakan mulut atau dengan cara diletakkan di bawah air hujan. Percikan itu cukup dilakukan sekali saja untuk najis tersebut, dan hendaknya dilakukan dengan menggunakan air mutlak. Tetapi jika dibasuh maka itu lebih meyakinkan. Karena tidak cukup memerciki badan yang diragui terkena najis, melainkan badan itu wajib dibasuh sama seperti kasus ketika dapat dipastikan tempat yang terkena najis.

4. Menggunakan Debu

Caranya dengan menggunakan debu yang suci. Cara ini dapat menyucikan najis hukmi, dalam kondisi sama sekali tidak ada air dan harus tayamum.

5. Ad-dalk (menggosok). 

Ini dapat dilakukan pada khuf dan sandal yang terkena najis seperti kotoran atau kencing binatang yang terdapat di jalan raya atau di tempat-tempat lain. Cara ini diperbolehkan karena menghindari tahi di jalan raya adalah perkara sulit. Namun bagi najis atau kotoran manusia, anjing, kucing ataupun lainnya jika terkena pakaian ataupun badan, maka ia tidak dimaafkan sama sekali, dan hendaklah dibasuh dengan air. Demikian juga jika tahi atau kencing binatang itu terkena tempat lain selain khuf dan sandal seperti terkena pakaian atau tubuh, maka ia tidaklah dimaafkan, tetapi hendaklah dibasuh.

6. Menyentuhkan Pakaian ke Bawah Tanah

Maksudnya adalah dengan cara berjalan berulang kali dengan pakaian yang terurai ke bawah. Cara ini dapat menyucikan kain atau pakaian yang panjang yang terkena tanah yang ada najisnya yang kering, lalu debu melekat pada kain atau pakaian itu. Syaratnya ialah tujuan pakaian itu dipanjangkan untuk menutup aurat, bukan untuk tujuan berbangga-bangga (sombong). Ulama madzhab Maliki berbeda pendapat mengenai najis yang basah. jika ia tidak memakai khuf maka dapat suci dengan cara tersebut. Tetapi jika ia memakai khuf, maka tidak dimaafkan. Sama seperti kasus berjalan di atas najis yang kering namun dengan kaki yang basah. Dengan cara ini, maka langkah yang berikutnya dapat menyucikannya. Dalam kedua kasus ini (pakaian panjang dan kaki yang basah), orang tersebut dibolehkan melakukan shalat dan dia tidak wajib membasuhnya.

7 At-taqwir (memisahkan).

At-taqwir ini dapat membersihkan benda-benda yang beku (bukan cair). Misalnya apabila tikus jatuh ke dalam minyak samin yang beku, maka tikus itu hendaknya dibuang begitu juga dengan minyak samin yang ada di sekitar tikus itu. Kecuali jika najis itu lama berada di dalamnya. Jika tikus itu jatuh ke dalam minyak yang cair lalu mati di dalamnya, maka minyak tersebut harus dibuang semuanya. Berdasarkan hal ini, maka jika najis itu jatuh ke dalam cairan selain air, maka dapat membuat cairan itu menjadi najis baik itu berubah sifatnya ataupun tidak.

8 An-nazh (menguras). 

Apabila ada binatang yang najis lalu jatuh ke dalam telaga dan mengubah sifat air tersebut, maka semua air itu wajib untuk dibuang. Jika najis itu tidak mengubahnya, maka disunnahkan membuang seukuran binatang dan kadar air. Artinya, dibuang semua di samping dibuang juga menurut kadar binatang tersebut.

9 Membasuh tempat yang terkena najis. 

Cara ini dapat dilakukan jika diketahui tempat yang terkena najis dan yang dibasuh boleh tempat itu saja. Tetapi jika tidak diketahui tempatnya, maka harus dibasuh semuanya.

10 Istihalah (berubah)

Istihalah dapat menyucikan arak apabila arak tersebut berubah dengan sendirinya  atau berubah dengan cara disengaja. Kulit bangkai tidak dapat disucikan dengan cara disamak. Abi najis yang dibakar asapnya adalah suci.

11 sesembelihan menurut syara

Hal ini dapat menyucikan binatang yang diharamkan dagingnya, kecuali manusia dan babi. Pendapat lain mengatakan bahwa penyembelihan binatang yang haram dagingnya tidak bisa disucikan seperti misalnya kuda perang, bighal, keledai, anjing dan babi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Tiga Ras Manusia dari Keturunan Nabi Nuh

Ras manusia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, dengan beragam faktor yang membentuk keberagaman budaya, bahasa, dan karakteristik fisik di seluruh dunia. Salah satu narasi penting dalam agama-agama Samawi adalah kisah Nabi Nuh (Noah) dan banjir besar yang diutus Allah sebagai hukuman terhadap umat manusia yang telah menyimpang dari ajaran-Nya. Dalam kisah tersebut, Nabi Nuh dikatakan memiliki tiga anak: Sem, Ham, dan Yafet. Tiga anak Nabi Nuh ini dipercaya sebagai leluhur dari tiga ras manusia yang berbeda. Dalam artikel ini, kami akan mengulas lebih lanjut mengenai tiga ras manusia tersebut: Semitik, Hamitik, dan Yafetik. 1. Ras Semitik Dalam naskah agama-agama Samawi, Sem diyakini sebagai leluhur dari ras Semitik. Ras ini meliputi bangsa-bangsa di Timur Tengah seperti bangsa Ibrani (Yahudi), Arab, dan bangsa Aram. Para keturunan Sem dikenal dengan budaya yang kaya dan sejarah yang panjang. Mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan agama dan bahasa di wilaya...