Perbedaan Makna Kata
Perbedaan pendapat ini terjadi karena lafaz itu sifatnya mujmal (umum) atau musytarak (mempunyai makna lebih) atau mempunyai dua maksud, yaitu bisa memiliki makna umum dan khusus atau memiliki makna haqiqi dan majazi, atau makna haqiqi dan makna menurut ‘urf (adat) ataupun perbedaan itu terjadi karena lafaz tertentu kadang-kadang disebut secara mutlak (tidak ada batasan) dan kadang-kadang disebut secara muqayyad. Atau, perbedaan itu terjadi disebabkan oleh perbedaan i'rab.
Seperti misalnya lafadz yang memiliki makna lebih dari satu yaitu lafadz quru’ yang memiliki arti suci dan haid. Contoh lain misalnya lafaz yang bermakna mutlak, kadang-kadang mempunyai makna yang muqayyad seperti kata ar-raqabah yang disebut secara mutlak dalam kasus kafarat sumpah, dan Ia dibatasi dengan ar-raqabah yang beriman dalam kasus kafarat pembunuhan yang tidak disengaja.
Perbedaan dalam Periwayatan
Perbedaan periwayatan terjadi karena sebuah hadits sampai kepada seseorang, tetapi tidak sampai kepada yang lain, suatu hadits sampai melalui jalur sanad dhaif yang tidak boleh digunakan sebagai hujjah, sedangkan ia sampai kepada orang lain melalui jalur sanad yang shahih, hadits sampai melalui satu jalur sanad, dan salah. seorang perawinya dihukumi dhaif sedangkan orang lain tidak menghukuminya sebagai dhaif atau dia berpendapat tidak ada sesuatu yang menghalangi untuk menerima riwayat itu. Perkara ini bergantung kepada perbedaan pendapat dalam masalah ta'dil dan tarjih.
Atau misalnya ketika hadits sampai kepada dua orang (mujtahid) dengan cara yang disepakati. Tetapi, salah seorang dari kedua mujtahid itu menetapkan beberapa syarat untuk beramal dengannya, sedang mujtahid lainnya tidak meletakkan syarat apa-apa.
Perbedaan Sumber Hukum
Ada beberapa sumber yang diperselisihkan oleh para ulama, mengenai sejauh manakah sumber tersebut bisa dijadikan sebagai sumber hukum. Contohnya seperti istihsan, mashalih mursalah, qaul shahabi, istishhab adz-dzora'i, al'bara'ah al-ashliyyah atau ibahah, dan lainnya.
Perbedaan Kaidah Ushul
Kaidah ushul ini adalah acuan pokok dalam memaknai suatu peristiwa atau dalil. Hampir sama dengan makna lafadz, hanya saja ini lebih khusus mengenai kategori lafadz tersebut. Misalnya seperti kaidah 'am yang dikhususkan (al-'am al-makhshush) tidak menjadi huijah, mafhum tidak dapat menjadi hujjah, penambahan kepada ketetapan nash Al-Qur'an apakah merupakan nask atau tidak dan sebagainya.
Penggunaan Qiyas
Penggunaan qiyas ini menjadi sebab perbedaan pendapat yang paling banyak. Qiyas itu mempunyai asal, syarat dan 'illat.'lllat juga mempunyai syarat-syarat dan cara-cara untuk menentukannya. Semua itu menjadi masalah-masalah yang diperselisihkan. Bisa dikatakan bahwa kesepakatan jarang terjadi dalam masalah asal qiyas dan ketika berijtihad dalam menetapkan masalah tersebut apa saja yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh untuk dilakukan.
Penggunaan Dalil Syara
Dalam menetapkan suatu hukum, setiap ulama memiliki metode ijtihadnya masing masing. Ada yang lebih condong untuk menggunakan dalil syar’i seperti alhlul hadis karena sumber dalil yang dimiliki itu banyak dan ada ahlul ra’yu yang condong menggunakan akalnya dalam berijtihad, karena ada permasalahan yang tidak ada dalilnya karena minimnya sumber syara.
Pertentangan dalil dan tarjih di antara dalil-dalil
Mengenai perbedaan ini meliputi perbincangan masalah ta'wil, ta'lil (penetapan ‘illat), al-jam'u wat-taufiq (menggabungkan dan menyatukan pendapat), nasakh (menghapus) dan tidak adanya nasakh. Perbedaan ini terjadi baik di antara nash-nash atau di antara beberapa qiyas. Perbedaan dalam sunnah terjadi, baik dalam perkataan atau dalam perbuatan atau dalam taqrir (pengakuan). Ia iuga terjadi karena perbedaan sifat tindakan Rasul, yaitu apakah termasuk kategori tindakan politik atau kategori memberi fatwa. Perbedaan ini dapat diatasi dengan beberapa cara, di antaranya yang paling penting ialah merujuk dan berpegang kepada maqashid syari’ah (tujuan syara), meskipun dalam menentukan urutan maqashid syariah ada perbedaan pendapat.
Komentar
Posting Komentar