Langsung ke konten utama

Pendapat Madzhab atau Pendapat Ulama yang Boleh Diikuti

Khazanah fiqih dari peninggalan lama salaf yang membahas berbagai hukum dan permasalahan, tidak hanya terbatas dari empat madzhab saja. Masih ada madzhab-madzhab fiqih lainnya yang terkenal maupun tidak seperti madzhab Imam al-Laits bin Sa'd, Ima  al-Auza'i, Ibnu farir ath-Thabari, Dawud azh-Zhahiri, Imam ats-Tsauri, madzhab-madzhab Ahli Sunnah, madzhab Syi'ah Imamiyyah, madzhab Syi'ah Zaidiyyah, Ibadhiyyah, Zhahiriyyah, pendapat-pendapat para sahabat, tabi'in, dan juga pendapat tabi'ut tabi'in. Dalam berbaga ragam pendapat yang terdapat madzhab tersebut, ditemukan banyak manfaat bagi lancarnya kebangkitan umat Islam yang kita harapkan. Madzhab-madzhab tersebut tentunya lebih utama apabila dibandingkan dengan undang-undang yang berasal dunia Barat.

Selain itu, mempertimbangkan kemaslahatan dan melindungi kebutuhan manusia merupakan tuntutan syara'. Oleh karena itu, tidak ada larangan bagi para pembuat undang-undang (dewan legislatif) untuk memilih pendapat ataupun madzhab dalam masalah ijtihadnya ini. Adapun seorang qadhi atau hakim, sebaiknya tetap berpegang kepada madzhab empat, karena sudah tradisi ('urf) yang sudah menyebar. Sebagaimana kita diketahui, bahwa 'urf dapat digunakan untuk men-takhshish nash. Selain itu, apabila dewan legislatif mengambil pendapat termudah dari beberapa pendapat madzhab yang masyhur.

Di antara dalil yang mendukung ide tersebut yaitu sebagian besar umat Islam yang berpendapat bahwa teori al-mukhthi'ah adalah teori yang paling rajih. Teori al-mukhthi'ah adalah teori yang mengatakan bahwa kebenaran hanyalah satu. Oleh karena itu, para mujtahid yang benar dalam ijtihadnya juga hanya satu sedangkan yang lainnya adalah salah. Namun mujtahid yang salah tidaklah berdosa karena kesalahannya itu, sebab dia hanya dituntut untuk mengamalkan hasil ijtihadnya dan mengamalkan pendapat yang diduga benar. Para pakar yang mendukung teori ini mengatakan, ”Adalah suatu kebenaran bahwa agama Allah hanya satu. Yaitu segala ajaran yang diturunkan dalam kitab-Nya, yang dibawa oleh Rasul-Nya, dan diridhai untuk dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Nabi Allah juga satu, kiblat juga satu." Barangsiapa sesuai dengan ajaran ini, maka dialah orang yang benar dan mendapatkan dua pahala. Adapun orang yang tidak sesuai dengan ajaran sebenarnya, maka dia hanya mendapatkan satu pahala, yaitu pahala ijtihad. Sedangkan kesalahannya, tidak dibalas dengan balasan apa pun. Inilah pendapat yang benar menurut imam madzhab yang empat.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari pendapat-pendapat fiqih yang tepat dan bermaslahat, dan yang dapat dipastikan siapa yang mengeluarkan pendapat tersebut. Adapun pendapat yang syadz dan bertentangan dengan sumber dan dasar-dasar syariat, maka harus ditinggalkan.Berkenaan dengan pendapat sahabat, Imam asy-Syafi'i berkata, "Pendapat mereka adalah lebih baik bagi kita apabila dibanding dengan pendapat kita sendiri."

Imam al-lzzbin Abdissalam juga berkata, "Yang terpenting bagi orang yang bertaklid adalah mengetahui bahwa madzhab yang dianutnya adalah benar-benar ada, dan Ia juga harus mempunyai dugaan kuat bahwa madzhab tersebut adalah sah. Oleh sebab itu, apabila dia meyakini keberadaan suatu madzhab, maka dia boleh bertaklid kepada madzhab tersebut, meskipun tokoh madzhab tersebut bukan termasuk salah satu dari empat imam madzhab fiqih yang masyhur. ataupun yang lainnya. Dia juga boleh mengamalkan pendapat para sahabat tersebut, tanpa ada pengingkaran dari kalangan ulama. Oleh karena itu, barangsiapa menganggap bahwa dua bentuk ijma ini tidak berlaku, maka dia harus mengemukakan dalil.”

Atas dasar uraian di tersebut, maka sudah jelas bahwa tidak ada dalil yang mewajibkan untuk mengikuti madzhab empat imam saja dalam masalah fiqih. Empat imam dan yang lainnya mempunyai status yang sama. OIeh sebab itu, taklid kepada selain empat madzhab dibolehkan jika memang madzhab tersebut memang diketahui dengan pasti siapa tokohnya atau pengasasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Tiga Ras Manusia dari Keturunan Nabi Nuh

Ras manusia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, dengan beragam faktor yang membentuk keberagaman budaya, bahasa, dan karakteristik fisik di seluruh dunia. Salah satu narasi penting dalam agama-agama Samawi adalah kisah Nabi Nuh (Noah) dan banjir besar yang diutus Allah sebagai hukuman terhadap umat manusia yang telah menyimpang dari ajaran-Nya. Dalam kisah tersebut, Nabi Nuh dikatakan memiliki tiga anak: Sem, Ham, dan Yafet. Tiga anak Nabi Nuh ini dipercaya sebagai leluhur dari tiga ras manusia yang berbeda. Dalam artikel ini, kami akan mengulas lebih lanjut mengenai tiga ras manusia tersebut: Semitik, Hamitik, dan Yafetik. 1. Ras Semitik Dalam naskah agama-agama Samawi, Sem diyakini sebagai leluhur dari ras Semitik. Ras ini meliputi bangsa-bangsa di Timur Tengah seperti bangsa Ibrani (Yahudi), Arab, dan bangsa Aram. Para keturunan Sem dikenal dengan budaya yang kaya dan sejarah yang panjang. Mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan agama dan bahasa di wilaya...