Talfiq adalah menggabungkan amalan taklid kepada dua imam atau lebih dalam mengamalkan suatu perbuatan yang mempunyai beberapa rukun dan beberapa bagian, yang antara satu bagian dengan lainnya saling berkaitan, dan setiap bagian tersebut mempunyai hukum tersendiri secara khusus.
Misalnya apabila ada seseorang yang menyewa suatu tempat selama sembilan puluh tahun atau lebih, namun dia belum pernah melihat tempat tersebut. Dalam masalah bolehnya menyewa dalam waktu yang panjang, kemudian orang tersebut bertaklid kepada Imam asy-Syafi'i dan Imam Ahmad, sedangkan dalam masalah bolehnya menyewa barang tanpa melihat barang tersebut terlebih dahulu, orang tersebut bertaklid kepada Imam Abu Hanifah.
Pemasalahan yang diperbolehkan dalam talfiq sama seperti permasalahan mengenai diperbolehkan taklid. Adapun taklid dan talfiq dalam keputusan yang aksiomatis dalam permasalahan hukum agama yaitu yang disepakati oleh para ulama bahwa orang yang menentang keputusan itu dihukumi kafir adalah tidak dibenarkan. Oleh karenanya, amalan talfiq yang menyebabkan sesuatu yang haram seperti minuman keras dan zina dapat berubah menjadi halal tentu hal tersebut tidak dibolehkan.
Berikut ini ada beberapa pendapat-pendapat ulama madzhab yang membolehkan talfiq.
1. Pendapat Ulama Hanafiyah
Al-Kamal ibnul Humam dan muridnya Ibnu Amir al-Hajj dalam kitab at-Tahrir Ia berkata "Sesungguhnya seorang muqallid boleh bertaklid kepada siapa saja yang ia kehendaki. Apabila seorang awam dalam setiap menghadapi permasalahan mengambil pendapat mujtahid yang dianggap ringan olehnya, maka hal yang demikian itu boleh dan saya tidak menemukan dalil yang melarangnya baik dalil naqli maupun aqli. Apabila ada seseorang yang mencari-cari pendapat yang dirasa ringan dari pendapat para mujtahid yang memang mempunyai kelayakan untuk berijtihad, maka saya tidak menemukan dalil bahwa syara mencela sikap seperti ini. Bahkan, Rasulullah saw. suka terhadap hal yang memudahkan umatnya."
Menurut Ibnu Abidin dalam kitab Tanqih al-Fatawa al-Hamidiyah karya disebutkan bahwa hukum dapat ditetapkan dari gabungan berbagai pendapat. Al-Qadhi ath-Thursusi juga memperbolehkannya. Mufti Romawi Abus Su'ud al-Amadi dalam Fatwanya juga memperbolehkan. Ibnu Nuiaim al-Mishri dalam kitabnya Fi Bai' al-Waqf bi Ghubnin Fakhisyin juga menegaskan bolehnya untuk bertalfiq. Dalam Fatawa al-Bazaziyah juga disebutkan bolehnya talfiq. Amir Bada Syah juga berpendapat bahwa talfiq adalah boleh. Pada tahun 1307 mufti Nablis, yakni Munib Afandi al-Hasyimi dalam kitabnya berbicara tentang masalah taqlid, di mana beliau mendukung praktik taqlid secara mutlak. Pakar fiqih yang hidup sezaman dengan mufti Nablis seperti Syekh Abdumahman al-Bahrawi mengatakan bahwa, "sesungguhnya pengarah risalah tersebut teIah menerangkan perkara yang haq dengan cara yang benar."
Adapun keputusan yang menyebar dan masyhur di kalangan masyarakat, menyatakan bahwa talfiq tidak boleh. Namun, banyak ulama yang tidak setuju dengan keputusan itu dan menyatakan bahwa talfiq boleh dengan berdasarkan kepada dalil-dalil yang banyak dan shahih.
2. Pendapat Ulama Malikiyah
Pendapat yang paling shahih dan yang dirajihkan oleh para ulama Malikiyah generasi akhir (muta'akhkhirun) adalah pendapat yang menetapkan bahwa talfiq adalah boleh. Ibnu Arafah al-Maliki dalam Hasyiyah'ala asy-Syarh al-Kabir karya ad-Dardir menyatakan bahwa pendapat yang shahih adalah pendapat yang menetapkan bahwa talfiq adalah boleh. Imam al-Adawi juga memfatwakan bahwa talfiq boleh. Syekh ad-Dasuqi juga me-rajih' kan pendapat yang menyatakan bahwa talfiq dibolehkan. Al-Amir al-Kabir juga menginformasikan dari guru-gurunya, bahwa pendapat yang shahih adalah pendapat yang membolehkan talfiq, dan ini merupakan kelonggaran.
3. Pendapat ulama Syafi’iyah
Pendapat dari kalangan ulama syafi’iah ini terbagi menjadi dua pendapat. Sebagian ulama Syafi'i melarang berbagai bentuk talfiq, sedangkan sebagian yang lain hanya melarang kasus-kasus talfiq tertentu. Sedangkan sebagian yang lain lagi, membolehkan tafiq asalkan dalam permasalahan yang dihadapi tersebut terkumpul syarat-syarat yang ditetapkan oleh madzhab-madzhab yang ditaklidi.
4. Pendapat Ulama Hanabilah
Ath-Thursusi menceritakan bahwa para qadhi madzhab Hambali melaksanakan hukum- hukum yang merupakan produk talfiq.
Komentar
Posting Komentar