Proses dalam memilih dan memilah pendapat-pendapat madzhab fiqih membuka pintu ijtihad bagi para ulama pada masa sekarang ini. Tujuannya untuk menghidupkan kembali pemikiran Islam. Hal tersebut juga memberi peluang bagi para yang bertugas dalam menyusun undang-undang mereka bisa mengambil materinya dari sumber fiqih Islam. Dengan cara seperti ini, maka produk undang-undang tersebut diharapkan dapat selaras dengan tuntutan perkembangan zaman, dan juga dapat melindungi kemaslahatan manusia pada setiap zaman dan setiap wilayah.
Para ulama yang berjiwa reformatif dan juga ikhlas dalam melakukannya. Mereka berharap bahwa pendapat fiqih yang dipilih tersebut akan selaras dengan kemaslahatan umum yang ada pada masa sekarang ini. Para ulama melakukan pemilihan pendapat tersebut dengan berpegang kepada beberapa prinsip atau dasar yaitu:
Kebenaran yang haq hanyalah satu, tidak beragam. Seperti halnya agama Islam adalah satu dan berasal dari sumber yang sama, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Karena kita tidak tahu mana pendapat para mujtahid yang paling benar, maka kita diperbolehkan untuk mengamalkan sebagian pendapat tersebut dengan mempertimbangkan kemaslahatannya.
Ikhlas dalam menjalankan syariat, menjaga hukum-hukum agama supaya langgeng dan kekal, merupakan kewajiban setiap Muslim.
Menolak kesulitas, mengedepankan kemudahan dan toleransi merupakan dasar-dasar yang dibangun oleh syariat Islam. Perkara-perkara tersebut merupakan keistimewaan agama Islam yang selalu kekal dan abadi.
Melindungi kemaslahatan manusia dan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan mereka, merupakan sikap yang sesuai dengan prinsip syariat yang dibangun di atas kemaslahatan, sehingga kemaslahatan adalah tiang syariat. Setiap hal yang mengandung maslahat, maka di situlah syariat dan agama Islam hadir. Dimana hukum juga dapat berubah seiring dengan perubahan zaman.
Tidak ada aturan syara' yang mewajibkan seseorang mengikuti salah satu hasil ijtihad para mujtahid, atau mengikuti salah satu dari pendapat para ulama. Sesuatu yang dianggap wajib apabila memang diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan Allah serta Rasul-Nya hanya mewajibkan untuk mengikuti Al-Qur'an, dan Sunnah.
Pendapat yang paling shahih dan yang paling rajih adalah mengikuti salah satu madzhab tertentu bukanlah suatu kewajiban. Hal ini karena tindakan yang seperti itu hanyalah sekadar taklid. Apabila hal yang semacam ini diwajibkan, maka berarti kita telah mewajibkan syariat baru.
Oleh karena itu, bertaklid kepada salah satu Imam madzhab atau salah satu mujtahid tidaklah dilarang oleh syara'. Begitu juga syara tidak melarang seseorang untuk melakukan talfiq di antara pendapat-pendapat madzhab yang ada. Selama didalam hal tersebut bisa menjalankan prinsip kemudahan dalam beragama.
Namun dalam proses memilih dan memilah pendapat-pendapat madzhab ini, kita harus tahu terlebih dahulu aturan-aturan dalam mengambil pendapat madzhab yang paling mudah. Aturan-aturan ini pelu diketahui terlebih dahulu supaya dalam proses pemilihan ini tidak berubah menjadi kekacauan ataupun berubah menjadi pengamalan pendapat yang sesuai dengan nafsu dan keinginan saja, tanpa didukung oleh argumentasi atau faktor-faktor pembenar yang kuat. Bukan hanya menilai dari sisi kemudahannya saja tetapi juga ada unsur keadilan didalamnya.
Komentar
Posting Komentar