Langsung ke konten utama

Haruskah Kita Bertaqlid Pada Madzhab

Proses dalam memilih dan memilah pendapat-pendapat madzhab fiqih membuka pintu ijtihad bagi para ulama pada masa sekarang ini. Tujuannya untuk menghidupkan kembali pemikiran Islam. Hal tersebut juga memberi peluang bagi para yang bertugas dalam menyusun undang-undang mereka bisa mengambil materinya dari sumber fiqih Islam. Dengan cara seperti ini, maka produk undang-undang tersebut diharapkan dapat selaras dengan tuntutan perkembangan zaman, dan juga dapat melindungi kemaslahatan manusia pada setiap zaman dan setiap wilayah.

Para ulama yang berjiwa reformatif dan juga ikhlas dalam melakukannya. Mereka berharap bahwa pendapat fiqih yang dipilih tersebut akan selaras dengan kemaslahatan umum yang ada pada masa sekarang ini. Para ulama melakukan pemilihan pendapat tersebut dengan berpegang kepada beberapa prinsip atau dasar yaitu: 

Kebenaran yang haq hanyalah satu, tidak beragam. Seperti halnya agama Islam adalah satu dan berasal dari sumber yang sama, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Karena kita tidak tahu mana pendapat para mujtahid yang paling benar, maka kita diperbolehkan untuk mengamalkan sebagian pendapat tersebut dengan mempertimbangkan kemaslahatannya.

Ikhlas dalam menjalankan syariat, menjaga hukum-hukum agama supaya langgeng dan kekal, merupakan kewajiban setiap Muslim.

Menolak kesulitas, mengedepankan kemudahan dan toleransi merupakan dasar-dasar yang dibangun oleh syariat Islam. Perkara-perkara tersebut merupakan keistimewaan agama Islam yang selalu kekal dan abadi.

Melindungi kemaslahatan manusia dan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan mereka, merupakan sikap yang sesuai dengan prinsip syariat yang  dibangun di atas kemaslahatan, sehingga kemaslahatan adalah tiang syariat. Setiap hal yang mengandung maslahat, maka di situlah syariat dan agama Islam hadir. Dimana hukum juga dapat berubah seiring dengan perubahan zaman.

Tidak ada aturan syara' yang mewajibkan seseorang mengikuti salah satu hasil ijtihad para mujtahid, atau mengikuti salah satu dari pendapat para ulama. Sesuatu yang dianggap wajib apabila memang diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan Allah serta Rasul-Nya hanya mewajibkan untuk mengikuti Al-Qur'an, dan Sunnah.

Pendapat yang paling shahih dan yang paling rajih adalah mengikuti salah satu madzhab tertentu bukanlah suatu kewajiban. Hal ini karena tindakan yang seperti itu hanyalah sekadar taklid. Apabila hal yang semacam ini diwajibkan, maka berarti kita telah mewajibkan syariat baru.

Oleh karena itu, bertaklid kepada salah satu Imam madzhab atau salah satu mujtahid tidaklah dilarang oleh syara'. Begitu juga syara tidak melarang seseorang untuk melakukan talfiq di antara pendapat-pendapat madzhab yang ada. Selama didalam hal tersebut bisa menjalankan prinsip kemudahan dalam beragama.

Namun dalam proses memilih dan memilah pendapat-pendapat madzhab ini, kita harus tahu terlebih dahulu aturan-aturan dalam mengambil pendapat madzhab yang paling mudah. Aturan-aturan ini pelu diketahui terlebih dahulu supaya dalam proses pemilihan ini tidak berubah menjadi kekacauan ataupun berubah menjadi pengamalan pendapat yang sesuai dengan nafsu dan keinginan saja, tanpa didukung oleh argumentasi atau faktor-faktor pembenar yang kuat. Bukan hanya menilai dari sisi kemudahannya saja tetapi juga ada unsur keadilan didalamnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Tiga Ras Manusia dari Keturunan Nabi Nuh

Ras manusia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, dengan beragam faktor yang membentuk keberagaman budaya, bahasa, dan karakteristik fisik di seluruh dunia. Salah satu narasi penting dalam agama-agama Samawi adalah kisah Nabi Nuh (Noah) dan banjir besar yang diutus Allah sebagai hukuman terhadap umat manusia yang telah menyimpang dari ajaran-Nya. Dalam kisah tersebut, Nabi Nuh dikatakan memiliki tiga anak: Sem, Ham, dan Yafet. Tiga anak Nabi Nuh ini dipercaya sebagai leluhur dari tiga ras manusia yang berbeda. Dalam artikel ini, kami akan mengulas lebih lanjut mengenai tiga ras manusia tersebut: Semitik, Hamitik, dan Yafetik. 1. Ras Semitik Dalam naskah agama-agama Samawi, Sem diyakini sebagai leluhur dari ras Semitik. Ras ini meliputi bangsa-bangsa di Timur Tengah seperti bangsa Ibrani (Yahudi), Arab, dan bangsa Aram. Para keturunan Sem dikenal dengan budaya yang kaya dan sejarah yang panjang. Mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan agama dan bahasa di wilaya...