Sejarah Singkat mazhab Ibadiyyah
Abusy Sya’tsa At-Tabi', Jabir bin Zard adalah pencetus dari mazhab Ibadiyyah. Beliau wafat pada tahun 193 H. Nama Madzhab ini dinisbahkan kepada Abdullah bin Ibadh at-Tamimi yang wafat pada tahun 80 H. Jabir bin Zaid merupakan ulama dari golongan tabi'in yang mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Beliau adalah murid dari Ibnu Abbas r.a Ijtihad dari mazhab lbadiyyah sama seperti madzhab lainnya yang berpegang kepada Al-Qur'an, As-Sunnah, ijma, qiyas, istidlal, atau istinbath dengan semua cara termasuk a/-rstih san, istishlah, mashalih mursalah, istishhab, qaul ash'Shahabi, dan lain-lain. Menurut mereka pendapat yang muktamad adalah ilham yang diperoleh oleh orang selain Nabi Muhammad saw. Tidak bisa dijadikan hujjah dalam hukum syara' selain selain orang yang mendapat ilham tersebut.
Adapun seorang mujtahid yang mendapat ilham, maka ilham itu tidak menjadi hujjah baginya kecuali ketika ada persoalan yang tidak ada dalil muttafaq 'alaih. Dalam penetapan hukumnya itu merupakan istihsan yang dikenal pada madzhab yang lain. Mereka tidak mau dinamakan sebagai al-Khawarij atau al-Khawamis. Mereka lebih dikenal dengan Ahlud Da'wah, Ahlul Istiqamah, dan Jama'ah al-Muslimin.
Golongan lbadiyyah ini terkenal dalam pendapatnya mengenai masalah-masalah fiqih berikut seperti berikut ini:
- Tidak boleh menyapu khuf sama seperti pendapat Mazhab Syi'ah Imamiyyah.
- Tidak boleh mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram, harus meluruskan kedua tangan ketika sedang shalat dan cukup dengan satu kali salam saja. Pendapat mazhab ini sama seperti pendapat Madzhab Maliki dan Zaidi.
- Orang yang sedang junub pada bulan Ramadhan maka batal puasanya. Mereka berhujjah dengan hadits Abu Hurairah dan pendapat sebagian dari golongan tabi'in.
- Sembelihan Ahli Kitab yang tidak memberi jizyah ataupun orang kafir harbi yang tidak membuat perjanjian adalah haram hukumna. Adapun mazhab Syi'ah Imamiyyah tidak membolehkan makan sembelihan mereka sama sekali.
- Haramnya pernikahan anak-anak lelaki maupun perempuan menurut pendapat Jabir bin Zaid. Tetapi, amalan dalam madzhab ini berbeda dengan pendapatnya Jabir.
- Makruh mengumpulkan antara anak-anak perempuan paman dalam satu ikatan pernikahan, karena dikhawatirkan akan terjadi pemutusan silaturahmi. Maka hukumnya itu adalah makruh tanzih.
- Wasiat hukumnya adalah wajib bagi keluarga terdekat yang tidak mendapat hak waris. Ini merujuk kepada hadits-hadits yang menganjurkan untuk disegerakannya wasiat. Boleh berwasiat kepada cucu dari anak lelaki, meskipun ada anak lelaki. Ini berdasarkan kepada firman Allah SWT,
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah 180)
Wasiat terhadap ibu dan bapak dinasakh oleh ayat yang menerangkan menganai pembagian harta waris dan juga dengan hadits, "Tidak ada wasiat kepada ahli waris."
- Seorang hamba mukhatab, yakni hamba yang dijanjikan untuk dibebaskan jika Ia membayar tebusan adalah dianggap merdeka sejak perjanjian pembebasan (Al-Kitabah). Hamba mudabbar, yakni hamba yang dijanjikan merdeka sesudah kematian tuannya, menjadi merdeka setelah tuannya wafat. Ini sama seperti pendapat madzhab lain, ataupun mereka dibebaskan setelah selesainya tempo yang telah ditetapkan. Hamba itu dilarang untuk dijual kecuali berkaitan dengan utang menurut pendapat kebanyakan ulama madzhab.
- Mengharamkan tembakau dengan alasan hal tersebut termasuk perkara yang keji.
Adapun kitab-kitab rujukan mereka, yaitu:
- Dalam bidang aqidah, yaitu: kitab Masyariq al-Anwar yang ditulis oleh Syaikh Nuruddin as-Salimi.
- Dalam bidang usul fiqih,yaitu: Thal'atu asy-Syams yang ditulis oleh Syaikh Nuruddin as-Salimi.
- Dalam bidang fiqh, yaitu: (1)Syarh an-Nayl wa Syifa' al-Alil yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Yusuf bin Attafaiyisy sebanyak 17 Juz, (2)kitab Qamus asy-Syari'ah yang ditulis oleh as-Sa'di sebanyak 90 juz, (3) kitab al-Mushannaf yang ditulis oleh Syaikh Ahmad bin Abdullah al-Kindi sebanyak 42 juz, (4) kitab Monhaj ath-Thalibin yang ditulis oleh asy-Syaq'abi sebanyak 20 jilid, (5) kitab al-Idhah yang ditulis oleh Syaikh asy-Syammakhi sebanyak 8 juz, (6) kitab Jawhar an-Nizom yang ditulis oleh Syaikh as-Salimi dan al-Jami'oleh Ibnu Barakah sebanyak 2 juz.
Madzhab ini masih meliputi wilayah Oman, Afrika Timur (Tanzania), Aljazair, Libya, dan Tunisia. Mengenai aqidah, mereka berpendapat bahwa orang yang melakukan perbuatan dosa besar akan kekal dalam neraka, jika mereka tidak bertobat. Mereka juga berpendapat bahwa muwalat (royal) kepada orang yang taat dan bara'ah (melepaskan hubungan) dengan orang yang maksiat adalah wajib hukumnya. Mereka berpendapat bahwa boleh hukumnya melakukan taqiyyah dalam ucapan, tetapi tidak boleh dalam perbuatan. Mereka berpendapat bahwa sifat Allah SWT adalah zat-Nya sendiri. Artinya sifat-Nya ada pada zat-Nya itu sendiri dan bukan dari luar dari-Nya. Dengan konsep ini, mereka bermaksud mengagungkan Allah SWT dan menyucikan-Nya dari hal apapun. Pendapat mereka ini sama seperti pendapat Syi'ah bahwa Allah SWT tidak dapat dilihat di akhirat. Tujuan mereka adalah untuk mengagungkan dan menyucikan Allah SWT dari segala sesuatu. Tetapi, mereka menyatakan bahwa mereka tidak seperti Muktazilah dimana baik dan buruk dapat ditemukan melalui akal, dan juga mereka tidak berpendapat bahwa Allah SWT wajib melakukan perbuatan baik dan yang lebih baik, yaitu as-Sa'ah wal Aslah)
Komentar
Posting Komentar