Langsung ke konten utama

Pembagian Hukum Mandub

Mandub (sunah) dapat dibagi dari beberapa segi, yaitu:

1. Dari segi seringnya Nabi melakukannya terbagi menjadi dua,  yaitu

a. sunah muakkadah adalah perbuatan sunah yang sering dilakukan oleh Nabi di samping ada keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardhu. Seperti misalnya shalat witir, dua raka‘at fajar sebelum shalat shubuh. sunah dalam bentuk ini kuat anjuran untuk melakukannya. Sebagian ulama menyatakan bahwa orang yang meninggalkannya dicela, tetapi tidak berdosa, karena orang yang meninggalkannya secara sengaja berarti menyalahi sunah yang biasa dilakukan Nabi.

b. sunah ghair muakkad adalah perbuatan sunah yang pernah dilakukan oleh Nabi, tetapi Nabi tidak sering melakukannya. Seperti misalnya memberikan sedekah kepada orang miskin, shalat sunah 4 raka‘at sebelum Zuhur dan sebelum Asar. Untuk perbuatan seperti ini digunakan kata: nawafil, mustahab, ihsan, dan tathawwu’.

2. Dari segi kemungkinan untuk meninggalkan perbuatannya, mandub terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. sunah hadyu adalah perbuatan yang dituntut untuk melakukannya karena memiliki besar faedah yang akan didapat jika melakukannya dan orang yang meninggalkannya akam dinyatakan sesat dan tercela. Bahkan, jika Ada seseorang atau sekelompok kaum sengaja untuk meninggalkannya secara terus-menerus, maka mereka harus diperangi, karena Sunah dalam bentuk ini merupakan kelengkapan dari kewajiban keagamaan. Seperti misalnya shalat berjamaah, shalat hari raya, adzan dan iqamah. Dari segi besarnya pahala yang didapat,  sunah ini termasuk sunnah muakkad.

b. sunah zaidah adalah sunah yang apabila dilakukan oleh mukalaf dinyatakan baik tetapi bila ditinggalkan, yang meninggalkannya tidak mendapatkan sanksi apa-apa. seperti sunah-sunah yang biasa dilakukan oleh Nabi dalam kehidupan sehari harinya. Sunah zaidah ini derajatnya berada di bawah sunah ghairu muakkadah. 

c. sunah nawafil adalah suatu perbuatan yang dituntut sebagai tambahan untuk perbuatan wajib, seperti shalat sunah 2 rakaat yang mengiringi shalat wajib, shalat tahajud, witir dan lainnya yang dalam istilah lain disebut sunah ghairu muakkadah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Tiga Ras Manusia dari Keturunan Nabi Nuh

Ras manusia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, dengan beragam faktor yang membentuk keberagaman budaya, bahasa, dan karakteristik fisik di seluruh dunia. Salah satu narasi penting dalam agama-agama Samawi adalah kisah Nabi Nuh (Noah) dan banjir besar yang diutus Allah sebagai hukuman terhadap umat manusia yang telah menyimpang dari ajaran-Nya. Dalam kisah tersebut, Nabi Nuh dikatakan memiliki tiga anak: Sem, Ham, dan Yafet. Tiga anak Nabi Nuh ini dipercaya sebagai leluhur dari tiga ras manusia yang berbeda. Dalam artikel ini, kami akan mengulas lebih lanjut mengenai tiga ras manusia tersebut: Semitik, Hamitik, dan Yafetik. 1. Ras Semitik Dalam naskah agama-agama Samawi, Sem diyakini sebagai leluhur dari ras Semitik. Ras ini meliputi bangsa-bangsa di Timur Tengah seperti bangsa Ibrani (Yahudi), Arab, dan bangsa Aram. Para keturunan Sem dikenal dengan budaya yang kaya dan sejarah yang panjang. Mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan agama dan bahasa di wilaya...