Langsung ke konten utama

Fenomena Perbedaan Pendapat Dikalangan Ulama Madzhab

Fenomena Perbedaan Pendapat Dikalangan Ulama Madzhab

Perbedaan adalah sesuatu hal yang biasa karena memang setiap manusia memiliki pendapatnya masing masing. Hal ini dikarenakan perbedaan baik dari segi sumbernya maupun cara memahaminya. Perbedaan juga terdapat di dalam kalangan fuqoha terutama dalam fiqih mazhab, bukan saja terjadi antara madzhab-madzhab, tetapi terjadi juga terjadi dalam satu madzhab yang sama. 

Orang awam mungkin merasa aneh dengan perbedaan ini, karena mereka memercayai agama itu satu dengan sumber yang satu, tetapi dengan kebenaran juga satu sumber hukum, yaitu wahyu Ilahi. Jadi, bagaimana bisa terdapat banyak pendapat dan mengapa madzhab itu tidak dapat disatukan menjadi satu pendapat saja, dan pendapat itulah yang boleh dipraktikkan oleh umat Islam, dengan pertimbangan juga bahwa umat Islam adalah umat yang satu.

Ada orang yang menganggap bahwa perbedaan antara madzhab bisa menyebabkan munculnya pemahaman bahwa aturan dan sumber syara' saling bertentangan, atau bahkan dianggap sebagai perbedaan aqidah. Sesungguhnya perbedaan antara madzhab-madzhab dalam Islam bukanlah demikian. Dugaan tersebut tentunya adalah salah. Karena sesungguhnya perbedaan pendapat antara madzhab-madzhab adalah rahmat dan sebagai pembeberi kemudahan kepada umat. Ia merupakan kekayaan intelektual dalam Islam.

Perbedaan pendapat itu terjadi hanya dalam perkara yang furu’iyah dan perkara-perkara ijtihadiyah, bukan dalam perkara dasar atau i'tiqad. Dalam sejarah Islam, kita tidak pernah mendengar adanya perbedaan madzhab fiqih yang menyebabkan terjadinya pertengkaran atau pertikaian sampai terjadi perang. Karena, memang perbedaan itu hanya dari perbedaan cabang saja yang tidak membahayakan aqidah. Sedang perbedaan dalam aqidah adalah suatu kecacatan yang dapat membuat seseorang murtad. Oleh sebab itu, kembali beramal dengan fiqih Islam dan berpegang kepada undang-undang yang disatukan dan bersumber dari fiqih merupakan jalan dapat menguatkan kesatuan umat Islam dan menghapuskan perbedaan di antara mereka.

Dari pembahasan di atas, sudah jelas bahwa perbedaan pendapat dari para fuqoha itu hanya dalam permasalahan tertentu saja bukan masalah inti (aqidah). Bahkan, ini hanya berlaku akibat ijtihad saja di mana ahli ijtihad cenderung kepada suatu pendapat dalam memahami sesuatu hukum yang diambil secara langsung dari dalil-dalil syara'. Perbedaan ini sama seperti perbedaan pendapat yang ada dalam pemahaman mengenai teks undang-undang.

Penyebab dari perbedaan mengenai fiqih Islam karena kedudukan bahasa Arabnya itu sendiri yang memiliki makna kata yang mengandung lebih dari satu makna. Ada juga disebabkan oleh periwayatan sebuah hadits dan cara periwayatan hadits itu kepada mujtahid, baik dari segi kuat ataupun lemahnya. Selain itu juga disebabkan oleh jumlah dalil syara'yang digunakan oleh mujtahid,atau karena adanya pertimbangan menjaga maslahat, keperluan, dan adat yang senantiasa berkembang sewaktu menetapkan hukum.

Penyebab munculnya perbedaan pendapat dikalangan fiqoha, karena adanya tingkat perbedaan pikiran dan akal manusia dalam memahami nash, cara menyimpulkan hukum dari dalil-dalil syara', kemampuan dalam mengetahui rahasia-rahasia di balik aturan syara' dan juga dalam mengetahui illat hukum syara'.

Semua para mujtahid itu tidak menafikan sumber syara' yang sebagai dasar dalam berujtihad. Mereka tidak menunjukkan adanya pertentangan dalam syara' sendiri, karena syara' tidak mempunyai pertentangan dalam dirinya. Perbedaan itu terjadi karena kelemahan manusia dalam memahaminya. Namun demikian, salah satu dari pendapat yang berbeda itu boleh diamalkan, agar manusia tidak merasa kesulitan. Karena mereka tidak mempunyai jalan lain setelah wahyu terputus, kecuali mengikuti apa yang dianggap betul oleh mujtahid, hasil dari pemahamannya atas dalil-dalil zhanni dan perkara zhan memang akan munculkan perbedaan paham.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Tiga Ras Manusia dari Keturunan Nabi Nuh

Ras manusia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, dengan beragam faktor yang membentuk keberagaman budaya, bahasa, dan karakteristik fisik di seluruh dunia. Salah satu narasi penting dalam agama-agama Samawi adalah kisah Nabi Nuh (Noah) dan banjir besar yang diutus Allah sebagai hukuman terhadap umat manusia yang telah menyimpang dari ajaran-Nya. Dalam kisah tersebut, Nabi Nuh dikatakan memiliki tiga anak: Sem, Ham, dan Yafet. Tiga anak Nabi Nuh ini dipercaya sebagai leluhur dari tiga ras manusia yang berbeda. Dalam artikel ini, kami akan mengulas lebih lanjut mengenai tiga ras manusia tersebut: Semitik, Hamitik, dan Yafetik. 1. Ras Semitik Dalam naskah agama-agama Samawi, Sem diyakini sebagai leluhur dari ras Semitik. Ras ini meliputi bangsa-bangsa di Timur Tengah seperti bangsa Ibrani (Yahudi), Arab, dan bangsa Aram. Para keturunan Sem dikenal dengan budaya yang kaya dan sejarah yang panjang. Mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan agama dan bahasa di wilaya...