Langsung ke konten utama

Sejarah Singkat Pendiri Mazhab Zaidi

Sejarah Singkat Pendiri Mazhab Zaidi

Zaid Bin Ali Zainal Abidin Ibnul Husain wafat pada tahu 122H. Beliau adalah imam dari golongan Syiah Zaidiyyah yang dianggap sebagai pendiri madzhab ke-5 selain madzhab yang empat. Beliau adalah imam pada zamannya dan beliau adalah orang yang dalam ahli dalam berbagai bidang. Karena ketinggian ilmunya dalam bidang 'Ulumul Qur'an, qira'at, dan fiqih, maka beliau digelari sebagai halif Al-Qur'an. Beliau juga mengarang sebuah kitab fiqih yang berjudul al-Majmu' yang merupakan kitab fiqih yang tertua dicetak di Itali. Kitab ini telah disyarahi oleh al-Allamah Syarafuddin al-Hussain ibnul Haimi al-Yamani ash-Shan'ani (wafat tahun 221 H), dalam kitabnya yang berjudul ar-Rawdhun Nadhir Syarh Maimu' al-Fiqh al-Kobir yang terdiri dari empat jilid.

Abu Khalid al-Wasithi adalah seorang perawi hadits-hadits Majmu' dan pengumpul fiqih madzhab Zaid. Disebutkan bahwa jumlah dari karyanya beliau mencapai 15 naskah kitab. Di antaranya adalah kitab al-Majmu' di dalam bidang hadits, namun penisbatan kitab ini kepada imam Zaid masih diragukan. Golongan Zaidiyyah ialah mereka yang menjadikan imam Zaid (anak Ali Zainal Abidin) sebagai imam dan pencetus madzhab zaid. Di Kufah Imam Zaid telah menerima bai'at, kemudian pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik. Yusuf bin Umar yang memeranginya sampai beliau meninggal.

Imam Zaid lebih mengutamakan AIi bin Abi Thalib dibandingkan dengan para sahabat Rasulullah saw. yang Iain. Beliau berpendapat bahwa imam yang zhalim tidak boleh ditaati. Walaupun beliau mengutamakan Sayyidina Ali, tetapi beliau juga menerima pelantikan Abu Bakar dan Umar dan menolak kritikan terhadap mereka yang dilakukan oleh pengikutnya yang telah membaiatnya. Oleh Sebab itu, para pengikutnya menjadi terpecah dan ada yang memisahkan diri. Imam Zaid berkata kepada orang yang memisahkan diri darinya, "Kau telah menolakku." Dengan kata-kata itu, golongan ini pun terkenal dengan gelar ar-Rafidhah (kelompok yang menolak). Setelah beliau wafat, anaknya yang bernama Yahya meneruskan perjuangannya. Tetapi Yahya telah terbunuh pada masa pemerintahan al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik.

Di antara kitab terpenting dalam madzhab Zaidi adalah Kitab al-Bahr al-Zakhkhar al-Jami'li Madzahib Uama' al-Amsar yang ditulis oleh al-lmam Yahya ibnul Murtadha ( wafat tahun 840 H). Dalam kitabnya, beliau membahas mengenai pendapat-pendapat dan perselisihan ulama fiqih. Fiqih madzhab Zaidi lebih cenderung kepada fiqih ahli Iraq pada zaman permulaan kelahiran Syiah dan para imam mereka. Sebetulnya perdapat beliau tidak memiliki perbedaan yang banyak dengan fiqih ahli Sunnah. Walaupun demikian, terdapat beberapa perbedaan dalam masalah-masalah yang masyhur. Di antaranya adalah tidak boleh menyapu khuf, haram sembelihan orang bukan Islam, dan haram kawin dengan ahlul kitab, karena Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ ۖ وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۚ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ۚ ذَٰلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ ۖ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Mumthahanah: 10)

Mereka juga berbeda pendapat dengan golongan Syiah Imamiyyah lainnnya, terutama mengenai permasalahan mengenai bolehnya kawin Mut'ah. Mereka berpendapat bahwa kawin Mut'ah tidak boleh. Dalam lafal adzan, mereka menambah ungkapan (حَيَّ عَلَى خَيْرِ الْعَمَلِ) yang artinya, "Marilah melakukan perbuatan yang baik” dan mereka bertakbir sebanyak lima kali dalam shalat jenazah. Madzhab yang digunakan di Yaman adalah madzhab al-Hadawiyyah, yaitu pengikut dari al-Hadi ila al-Haq Yahya ibnul Husain. Madzhab ini merupakan madzhab yang dipakai oleh pemerintahan Yaman hingga sekarang, sejak tahun 288 H. Mereka merupakan golongan Syiah yang paling dekat dengan Ahli Sunnah. Dalam aqidah, mereka mengikuti paham Muktazilah. Dalam mengeluarkan hukum, mereka bersandar kepada Al-Qur'an, hadits dan ijtihad dengan menggunakan qiyas, istihsan, masalih mursalah, dan istishab.

Golongan Zaidiyyah ini adalah golongan yang menisbatkan dirinya kepada Imam Zaid, karena beliau adalah iman mereka. Berbeda dengan golongan Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali, ketika pengikut madzhab Zaidiyah tidak menemukan hukum pada cabang persoalan fiqih dalam madzhab mereka, maka mereka akan berpegang kepada pendapat imam mereka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Tiga Ras Manusia dari Keturunan Nabi Nuh

Ras manusia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, dengan beragam faktor yang membentuk keberagaman budaya, bahasa, dan karakteristik fisik di seluruh dunia. Salah satu narasi penting dalam agama-agama Samawi adalah kisah Nabi Nuh (Noah) dan banjir besar yang diutus Allah sebagai hukuman terhadap umat manusia yang telah menyimpang dari ajaran-Nya. Dalam kisah tersebut, Nabi Nuh dikatakan memiliki tiga anak: Sem, Ham, dan Yafet. Tiga anak Nabi Nuh ini dipercaya sebagai leluhur dari tiga ras manusia yang berbeda. Dalam artikel ini, kami akan mengulas lebih lanjut mengenai tiga ras manusia tersebut: Semitik, Hamitik, dan Yafetik. 1. Ras Semitik Dalam naskah agama-agama Samawi, Sem diyakini sebagai leluhur dari ras Semitik. Ras ini meliputi bangsa-bangsa di Timur Tengah seperti bangsa Ibrani (Yahudi), Arab, dan bangsa Aram. Para keturunan Sem dikenal dengan budaya yang kaya dan sejarah yang panjang. Mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan agama dan bahasa di wilaya...