Langsung ke konten utama

6 Tingkatan Mujtahid Fiqih

6 Tingkatan Mujtahid Fiqih

Mujtahid adalah seorang yang melakukan ijtihad dan mempunyai kemampuan untuk berijtihad  dengan syarat-syarat tertentu. Para mujtahid ini sebetulnya memiliki beberapa tingkatan. Adapun mengenai nama-nama tingkatannya akan dijelaskan di bawah ini:

1. Mujtahid yang berijtihad sendiri (Mujtahid Mustaqil)

Mujtahid mustaqil ialah mujtahid yang mampu membuat kaidah fiqih sendiri. Dia merumuskan fiqih di atas kaidah-kaidah tersebut. Ibnu Abidin menamakan tingkatan ini sebagai tabaqah al-Mujtahidin dalam syara'. Imam madzhab adalah para mujtahid yang masuk kedalam tingkatan ini seperti Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Ays-Syafi’I dan Imam Ahmad Hanbali.

2. Mujtahid mutlak yang tidak berijtihad sendiri (Mujtahid Muthlaq Ghairu Mustaqill)

Mujtahid muthlaq ghairu mustaqill ialah mujtahid yang memiliki syarat-syarat berijtihadnya sendiri, sama seperti yang dilakukan oleh mujtahid mustaqil, tetapi mereka tidak membuat kaidah-kaidahnya sendiri melainkan mereka mengikuti cara dari salah seorang Imam Mujtahid. Jadi sebenarnya mereka adalah pengikut (muntasib) bukan pendiri (mustaqil).

Ibnu Abidin menamakan tingkatan ini sebagai thabaqah al-mujtahidin dalam madzhab. Mereka mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil syara' menurut kaidah yang telah ditetapkan oleh guru mereka dalam berijtihad. Meskipun pendapat mereka berbeda dengan pendapat gurunya, tetapi mereka menggunakan kaidah yang ditetapkan oleh gurunya. Adapun nama-nama mujtahid dalam tingkatan ini, yaitu:

  • Murid Imam Abu Hanifah: Abu Yusuf, Muhammad, dan Zufar.
  • Murid Imam Malik: Ibnul Qasim, Asyhab, Asad ibnul Furat.
  • Murid Imam Asy-Syafi’i: Al-Buwaiti dan Al-Muzani.
  • Murid Imam Ahmad bin Hambal: Abu Bakar Al-Astram dan Abu Bakar Al-Mawarzi.

3. Mujtahid Muqayyad

Mujtahid Muqayyad ialah seorang mujtahid dalam masalah-masalah yang tidak ada nash dari Imam Madzhab atau mereka yang mengeluarkan hukum (mujtahid takhrij). Mereka juga bisa disebut Ashabul wujuh, sebab mereka melahirkan hukum-hukum yang tidak di-nash-kan oleh Imam Mazhab. Perbuatan mereka dinamakan satu wajh dalam madzhab atau satu pendapat (ra'yun) dalam madzhab. Pendapat-pendapat ini dinisbatkan kepada para imam ini, bukan kepada imam pencetus madzhab. Adapun nama-nama mujtahid dalam tingkatan ini, yaitu:

  • Madzhab Hanafi: al-Khashshaf, ath-Thahawi, al-Karkhi, al-Hilwani, as-Sarakhsi, al-Bazdawi, dan Qadi Khan
  • Madzhab Maliki: juga al-Abhari, Ibnu Abi Zaid al-Qairawani.
  • Madzhab Syafi'i: Abu Ishaq asy-Syirazi, al-Marwazi, Muhammad bin Jabin Abu Nashr, dan Ibnu Khuzaimah,
  • Madzhab Hambali: seperti Qadi Abu Ya'la dan Qadi Abu Ali bin Abu Musa

4. Mujtahid Tarjih

Mujtahid Tarjih ialah mujtahid yang mampu menguatkan pendapat yang dikeluarkan oleh imam madzhab dari pendapat-pendapat lain, atau yang mampu melakukan tarjih di antara apa yang dikatakan oleh imam, murid-muridnya, ataupun imam yang lainnya. Jadi, mereka berusaha untuk menguatkan sebagian riwayat dari yang lain. . Adapun nama-nama mujtahid dalam tingkatan ini, yaitu:

  • Madzhab Hanafi: al-Qaduri dan al-Marghinani seorang pengarang kitab al-Hidayah
  • Mazhab Maliki: al-Allamah Khalid
  • Mazhab Syafi’i: ar-Rafi'i dan an-Nawawi 
  • Mazhab Hanbali: al-Qadhi Alauddin al-Mardawi, Abul Khaththab Mahfuzh bin Ahmad al-Kaludzani al-Baghdadi

5. Mujtahid Fatwa

Mujtahid fatwa ialah seorang mujtahid yang berpegang kuat pada madzhab. Mereka menerima dan menyampaikannya kepada orang lain, serta memberi penjelasan dalam perkara-perkara yang jelas dan dalam perkara-perkara yang musykil. Dia membuat perbedaan di antara pendapat yang paling kuat, yang kuat, yang lemah, yang rajih, dan yang marjuh. Tetapi dia mempunyai kelemahan dalam menguraikan dalil dan mengemukakan bandingannya (qiyas). Mereka terdiri dari para penulis kitab pada zaman mutaakhirin seperti pengarang kitab al-Kanz; pengarang kitab ad-Durr al-Mukhtan, pengarang kitab al-Wiqayah, pengarang kitab Maima' al-Anhar dari golongan ulama hanafiyah, dan ar-Ramli dan Ibnu Hajar dari golongan ulama Syafi'iyah.

6. Orang yang taklid (Tabaqat Mutaqallidin)

Tabaqat Mutaqallidin ialah orang yang tidak memiliki kemampuan dalam membuat perbedaan antara pendapat yang lemah dan pendapat yang kuat, serta tidak dapat membedakan antara yang rajih dan yang marjuh.

Sumber: Wahbah Az-Zuhsili, Fiqhul Islam Wa Adillatuhu Jilid 1.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat-Ayat Al-Quran tentang Teknologi Modern: Menggali Hikmah dan Panduan dalam Era Digital

Dalam era modern ini, perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan pada kehidupan manusia. Teknologi modern seperti internet, smartphone, dan media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Dalam menghadapi tantangan dan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi modern, banyak orang mencari panduan moral dan etika dalam ajaran agama. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, memiliki hikmah dan pedoman yang dapat diterapkan dalam konteks teknologi modern. Dalam narasi ini, kami akan menggali ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan teknologi modern dan menguraikan hikmah serta panduan yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut. I. Pemanfaatan Teknologi untuk Pencarian Ilmu Ayat Al-Quran yang pertama yang relevan dengan teknologi modern adalah ayat yang menekankan pentingnya mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah (58:11), "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa d...

Konsep Ruang dan Waktu dalam Al-Qur'an: Perspektif Ilmiah dan Keagamaan

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan hanya merupakan panduan spiritual, tetapi juga menyediakan wawasan tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk konsep ruang dan waktu. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang kebesaran Allah SWT yang meliputi dimensi ruang dan waktu. Artikel ini akan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu dalam Al-Qur'an dari dua perspektif: ilmiah dan keagamaan. 1. Konsep Ruang dalam Al-Qur'an Dalam Al-Qur'an, Allah SWT sering disebutkan sebagai Zat Yang Maha Luas, mencerminkan pemahaman tentang dimensi ruang yang tak terbatas. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah berfirman: "Dan Dia meliputi langit dan bumi." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang, tetapi sebaliknya, ruang di dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang keberadaan Allah yang melampaui dimensi ruang telah membangkitkan rasa kagum dan ketakjuban di kalangan cendekiawan Muslim. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan dimensi ...

Tiga Ras Manusia dari Keturunan Nabi Nuh

Ras manusia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, dengan beragam faktor yang membentuk keberagaman budaya, bahasa, dan karakteristik fisik di seluruh dunia. Salah satu narasi penting dalam agama-agama Samawi adalah kisah Nabi Nuh (Noah) dan banjir besar yang diutus Allah sebagai hukuman terhadap umat manusia yang telah menyimpang dari ajaran-Nya. Dalam kisah tersebut, Nabi Nuh dikatakan memiliki tiga anak: Sem, Ham, dan Yafet. Tiga anak Nabi Nuh ini dipercaya sebagai leluhur dari tiga ras manusia yang berbeda. Dalam artikel ini, kami akan mengulas lebih lanjut mengenai tiga ras manusia tersebut: Semitik, Hamitik, dan Yafetik. 1. Ras Semitik Dalam naskah agama-agama Samawi, Sem diyakini sebagai leluhur dari ras Semitik. Ras ini meliputi bangsa-bangsa di Timur Tengah seperti bangsa Ibrani (Yahudi), Arab, dan bangsa Aram. Para keturunan Sem dikenal dengan budaya yang kaya dan sejarah yang panjang. Mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan agama dan bahasa di wilaya...